Blogger news

Pages

Selasa, 09 April 2013

tafsir ayat ekonomi


TUGAS KELOMPOK
Larangan Riba

Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Tafsir Ayat Ekonomi 1
Dosen Pengampu: Drs. Tarmizi, M.Ag

STAIN Colour


Disusun Oleh Kelompok 6:

Arif Santri Wibowo                                            1172154
Asih Nurhidayati                                                1172194
Evi Wardani                                                       1172804
Fatma Asih Kurniati                                           1172844
Zaitun Khoiriyah                                                1174594


PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM JURUSAN SYARI’AH
 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2012/2013
KATA PENGANTAR

A025

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Pengampun serta Maha Penerima Taubat bagi hamba-hamba-Nya yang mau bertaubat dan mohon ampunan-Nya.
Berkat rahmat dan Hidayah-Nya serta Inayah-Nya pulalah, kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs.Tarmizi, M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Ayat Ekonomi 1. Yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
Dan mudah-mudahan Allah SWT melindungi dari kesalahan diri kami dan dari keburukan amal kami. Karena siapa saja yang disesatkan oleh-Nya maka tidak seorang pun yang bisa memberi petunjuk baginya. Dan siapa saja yang diberi petunjuk oleh-Nya maka tidak seorang pun dapat menyesatkannya.
Sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada pahlawan revolusioner dunia, Putra Abdullah, Nabi Muhammad SAW, yang telah menunjukkan kita ke jalan yang lurus.
Penulis sadar, bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran dan kritik pembaca yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.



Metro, Oktober  2012


Kelompok 6







BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber penggalian dan pengembangan ajaran Islam dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Untuk melakukan penggalian dan pengembangan pemahaman Ayat-ayat Al-Qur’an. kemampuan tertentu guna menghasilkan pemahaman yang baik mengenai berbagai perilaku kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Pengembangan ilmu ekonomi Qur’an pada dasarnya mempunyai peluang  yang  sama dengan pengembangan ilmu-ilmu lain dalam tradisi keilmuan Islam. Sayang, sebagai suatu disiplin ilmu, ilmu ekonomi Qur’an belum berkembang pesat. Padahal kebutuhan terhadap ilmu ini dirasakan sudah mendesak, sehubungan kegagalan ilmu ekonomi modern dalam merealisasikan pembangunan dan kemaslahatan masyarakat.
Riba sebagai persoalan pokok dalam makalah ini. Riba menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat Islam, khususnya di Indonesia. Riba dalam makalah ini terbatas pada riba yang dibicarakan dalam Al-Qur’an, bukan yang terdapat dalam al-Hadits. Disini kelompok 6 hanya menekankan perhatian sebagai bagian dari kegatan ekonomi. Riba yang dibicarakan oleh Al-Qur’anal-Baqarah: 278-279, Ali ‘Imran: 130, an-Nisa’: 160-161, ar-Rum: 39adalah riba yang ditimbulkan oleh transaksi pinjam meminjam. 
Sebagai metodologi atau rumusan dalam makalah ini, kelompok 6 ingin sedikit menyampaikan agar dalam penulisannya lebih baik dari sebelumnya untuk lebih memahami dan lebih fokus pada pembahasannya, maka ada beberapa hal yang dipaparkan dalam makalah ini yakni :Ayat dan artinya, Mufrodat ayat, Asbabul Nuzul, Tafsir pendapat para ulama’ Tafsir, Kandungan Hukum dalam Ayat, Munasabah  Ayat dan  Kesimpulan. Inilah yang nantinya kelompok 6 ingin uraikan satu persatu demi untuk melatih pemahaman kita tentang ayat-ayat tentang Larangan Riba.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa saja ayat-ayat yang terkait pada larangan riba?
2.      Bagaimana asbabun nuzul dari ayat-ayat pada larangan riba?
3.      Bagaiman tafsir mufradad dari ayat-ayat pada larangan riba?
4.      Apa kandungan ayat dari ayat-ayat pada larangan riba?
5.      Bagaimana munasabah antar ayat pada larangan riba?
1.3  Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, penulis mempunyai beberapa tujuan diantaranya yaitu:
1.      Mengetahui ayat-ayat yang terkait pada larangan riba.
2.      Mengetahui asbabun nuzul dari ayat-ayat pada larangan riba.
3.      Mengetahui tafsir mufradad dari ayat-ayat pada larangan riba.
4.      Mengetahui kandungan ayat pada ayat-ayat pada larangan riba.
5.      Mengetahui munasabah ayat-ayat pada larangan riba.
1.4  Manfaat
Dalam penulisan makalah ini, manfaat yang dapat kita peroleh yaitu:
1.      Mengetahui lebih dalam mengenai riba
2.      Mengetahui ayat-ayat beserta penjabarannya mengenai riba

1.5  Metode
Metode yang digunakan penulis untuk menyusun makalah ini adalah study pustaka yaitu usaha penulis menghimpun informasi-informasi yang relevan dari buku-buku ilmiah, ensiklopedi, dan sumber-sumber baik tercetak ataupun elektronik lain.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1              Ayat-ayat yang Terkait
1.        Surat ar-Rum ayat 39
 وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (الروم : 39)
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.

a.         Tafsir Mufradad
Di dalam bahasa Arab, bahwa lafadz “Riba” itu bisa mengandung  makna tambahan secara mutlaq atau bahwa Riba secara bahasa bermakna :  Ziyadah / tambahan. dalam pengertian lain secara linguistik, riba juga berarti Tumbuh dam membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelasakan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambin tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prisip muamalah dalam Islam. Tetapi dalam lafadz yang terdapat dalam Surat Ar-Ruum ayat 39, tambah disini yang dimaksud tidak lahil hanyalah dalam perihal Pemberihan hadiah supaya orang yang memberi hadiah tersebut mendapat tambahan yang lebih. Ini sekilas dari pada uraian lafadz Riba yang dibaca Jer sebab kemasukan huruf Jer Min.[1]
Dapat disimpulkan bahwa yang di maksud riba adalah sesuatu yang berlebih atau berlipat ganda, dari unsur mengutangkan dan pada akhirnya akan menimbulkan penganiayaan.

b.        Asbab an-Nuzul
Disebut pertama karena ayat ini diturunkan di Mekkah ketika melakukan kegiatan keagamaan dan memungut sumbangan atas dasar untuk mendapatkan rahmat dari Allah.[2] Pada ayat ini  dijelaskan  bahwasanya  Allah  SWT  membenci riba  dan  perbuatan  riba tersebut  tidaklah  mendapatkan  pahala di  sisi Allah SWT. Riba pada ayat ini hanya memberi gambaran bahwa riba yang disangka orang menghasilkan penambahan harta, dalam pandangan Allah tidak benar. Yang benar zakatlah yang mendatangkan lipat ganda.[3] Pada ayat ini tidak ada petunjuk Allah SWT yang mengatakan bahwasanya riba itu haram. Artinya bahwa ayat ini hanya berupa peringatan untuk tidak melakukan hal yang negatif.
Al-Faryabi meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata,”Dulu orang-orang melakukan jual beli dengan memberikan tenggang waktu pembayaran hingga waktu tertentu. Ketika tiba waktu pembayaran, namun si pembeli belum juga sanggup membayar, si penjual menambahkan harganya dan menambahkan tenggang waktunya. Lalu turunlah firman Allah Swt.[4]
Sebagian Mufassir ada yang berpendapat bahwa riba tersebut bukan riba yang diharamkan. Riba dalam ayat ini berupa pemberian sesuatu kepada orang lain yang tidak didasarkan keikhlasan, seperti pemberian hadiah dengan harapan balasan hadiah yang lebih besar. Ulama lain seperti al-Alusi dan Sayyid Qutb memilih pendapat bahwa riba dalam ayat itu adalah tambahan yang dikenal dalam mu’amalah sebagai yang diharamkan oleh syafi’. Kalu Sayyid Rasyid Rida menyatakan bahwa haramya riba itu semenjak turunnya surat Ali-‘Iran, berarti ia membenarkan pendapat kelompok pertama.[5]

c.         Kandungan Ayat
            Kata “riba” dari segi bahasa berarti kelebihan. Berbeda pendapat ulama tentang maksud kata ini pad ayat diatas. Ulama pakar tafsir dan hukum, Al-Qurthubi dan Ibn al-‘Arabi, berpendapat maksud riba pada ayat ini adalah riba yang halal. Sedangkan menurut Ibn Katsir, riba disini dimaksudkan riba mubah. Mereka antara lain merujuk kepada sahabat Nabi SAW. Ibn Abbas ra. Dan beberapa tabi’in yang menafsirkannya dalam arti hadiah yang diberikan seseorang dengan mengharapkan imbalan yang lebih.[6]
Menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zhahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah.[7]

2.        Surat An-Nisa’ ayat 160-161
فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا (160) وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا 
(النساء : 160 ،161 )

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”

a.         Tafsir Mufradad
فَبِظُلْمٍ
Potongan ayat di atas mempunyai artimaka disebabkan perbuatan zholim”,  hal ini  meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, ketidakadilan, penganiayaan, penindasan dan tidak sewenang-wenang. Maka sebab kezaliman tersebut, maka Allah mengharamkan segala bentuk riba itu.
Sebagian ulama’ berkata : Orang-orang yang menghalalkan riba serta besar dosanya, maka diapun akan tahu betapa keadaan mereka-mereka kelak di hari akhirat, merka akan dikumpulkan dalam keadaan gila, kekal di neraka, disamakan dengan orang kafir akan mendapat perlawanan dari Allah dan Rasul serta kekal dalam la’nat.[8]

b.        Asbab an-Nuzul
Ayat ini adalah Madaniyah, yaitu diturunkan di Kota Madinah. Ayat  ini  merupakan  kisah  tentang orang-orang Yahudi. Allah SWT mengharamkan  kepada  mereka riba akan tetapi  mereka   tetap mengerjakan  perbuatan ini. Pengharaman  riba  pada  ayat  ini  adalah pengharaman  secara  tersirat  tidak  dalam  bentuk  qoth’i/tegas,  akan tetapi  berupa  kisah  pelajaran  dari  orang-orang  Yahudi  yang  telah diperintahkan kepada mereka untuk meninggalkan riba tetapi mereka tetap melakukannya.
Hal ini juga dijelaskan al-Maroghi bahwasanya sebagian Nabi-nabi mereka  telah  melarang  melakukan perbuatan riba.

c.         Kandungan Ayat
     Dalam ayat ini telah di jelaskan bahwa sesungguhnya riba itu mengakibatkan kezoliman, dan ketidakadilan bagi orang lain. Sehingga bagi orang yang Kafir sudah dipersiapkan oleh Allah SWT tempat yang sesuai dengan perbuatannya yakni siksa yang pedih dan menyakitkan. Pada ayat ini Allah menjelaskan kalau riba adalah pekerjaan yang batil, maka dari itu Allah juga menjelaskan dalam ayat tersebut bahwa Allah sudah menyiapkan mereka azab yang pedih yaitu neraka.
Riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.[9]

3.        Surat Al-‘Imran ayat 130
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.

a.         Tafsir Mufradad
أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً
Potongan ayat ini memiliki arti “berlipat ganda”. Yang di maksud berlipat ganda adalah melipat gandakan harta yang bukan menjadi haknya melainkan hak orang lain. Dengan adanya lipat ganda tersebut, maka riba tersebut diharamkan.
           
b.        Asbab an-Nuzul
Ayat ini adalah Madaniyah, yaitu diturunkan di Kota Madinah. Ayat  ini  menjelaskan  kebiasaan  orang  Arab  saat  itu  yang  sering mengambil  riba  dengan  berlipat  ganda.  Ayat  ini  telah  secara  jelas mengharamkan perbuatan riba, akan tetapi bentuk pengharaman pada ayat ini masih bersifat sebagian, yaitu kepada kebiasaan orang saat itu yang  mengambil  riba  dengan  berlipat  ganda dari modal. Riba ini disebut dengan riba keji (ربا فحش) yaitu riba dengan penambahan dari pokok modal dari hutang yang berlipat ganda.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada orang-orang yang berjual beli dengan kredit (dengan bayaran yang berjangka waktu). Apabila telah tiba waktu pembayaran, tetapi tidak membayar, bertambahlah bunganya dan ditambah pula jangka waktu pembayarannya. Maka turunlah ayat tersebut (Q.S 3 Ali Imran: 130) sebagai larangan atas perbuatan seperti itu. (Diriwayatkan oleh Al-Faryabi yang bersumber dari mustahid).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa di zaman jahiliah, Tsaqif berhutang kepada Banin Nadlir. Ketika tiba waktu membayar, tsaqif berkata:”Kami bayar bunganya dan undurkan waktu pembayarannya”. Maka turunlah ayat tersebut (Q.S 3 Ali Imran: 130) sebagai larangan atas perbuatan seperti itu. (Diriwayatkan oleh al-Faryabi yang bersumber dari ‘Atha’.)[10]

c.         Kandungan Ayat
Dalam surat ini dijelaskan tentang larangan melakukan riba, perintah untuk taat kepada kepada Allah dan Rosul-Nya, serta ciri-ciri orang yang bertakwa.[11] Surat Ali-Imran ayat 130 itu mengecam sistem riba jahiliyyah, yang biasa disebut riba nasi-ah. Riba nasi-ah ini sudah umum berlaku di zaman jahiliyyah, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Fakruddin ar-Razi sebagai berikut: “Adapun riba nasi-ah itu sudah masyhur dan sangat dikenal pada masa jahiliyyah, yaitu seseorang memberi hutang pada orang lain dengan syarat adanya tambahan tiap bulan, sedangkan modalnya tetap, jika jatuh tempo pembayaran hutangnya dan yang berhutang tidak dapat membayar hutangnya, maka pemberi hutang mengundurkan pembayarannya dengan tambahan lagi, dan inilah riba yang biasa dilakukan orang jahiliyyah.
Pada sifat riba nasiah ini jelas sekali makna ad’aafan mudhaafatan itu adalah dengan transaksi yang tidak berbatas waktu, dan selama si peminjam itu tidak mampu membayar pada waktu yang disanggupi riba itu akan terus bertambah, sesuai dengan bertambahnya waktu. Ini adalah suatu kondisi atau cara transaksi yang sangat lalim dan aniaya. Dengan demikian ayat 130 surat Ali Imran ini menegaskan bahwa sifat (karakteristik) riba secara umum mempunyai kecenderungan untuk berkembang dan berlipat sesuai dengan berjalannya waktu dengan tanpa batas.
Riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut.
Hal itu dibuktikan juga oleh kenyataan sejarah bahwa riba pada masa pra Islam adalah tambahan pada modal uang yang dipinjamkan dan harus diterima oleh yang berpiutang sesuai dengan jangka waktu peminjaman dan persentase yang ditetapkan. Bila tidak mampu membayar pada waktu yang dijanjikan, maka terus bertambah. Maka semakin tidak mampu akan semakin teraniaya.[12]
4.        Al-Baqarah ayat 278-279
َا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ (279)
“Hai orang-orang yang  beriman, bertakwalah  kepada Allah  dan  tinggalkanlah  sisa-sisa  riba. jika  memang  kamu  orang  yang  beriman.  Jika  kamu  tidak melakukannya,   maka   terimalah   pernyataan   perang   dari Allah  dan  rasul  Nya  dan  jika  kalian  bertobat  maka  bagi kalian adalah modal-modal, kalian tidak berbuat zalim dan tidak  pula  dizalimi”.
a.         Tafsir Mufradad
ذَرُوا
Maknanya: “Tinggalkanlah. ” Yaitu tinggalkan mencari sesuatu dari yang kalian miliki sebagai modal kalian, sebelum menghasilkan riba.
فَأْذَنُوا
Pada lafadz ayat ini terdapat dua bacaan. Yang pertama dengan huruf dzal yang di-fathah dan ini merupakan bacaan kebanyakan ahli qira`ah. Sebagian ada yang membaca فَآذِنُوا dengan huruf alif yang dipanjangkan dan dzal yang di-kasrah. Ini merupakan bacaan Hamzah dan ‘Ashim dalam riwayat Ibnu ‘Ayyasy. Berdasarkan bacaan yang pertama, maknanya adalah yakini dan ketahuilah. Sedangkan berdasarkan bacaan yang kedua bermakna sampaikan dan kabarkanlah. Ibnu Jarir At-Thabari menguatkan makna yang pertama.
بِحَرْبٍ
Maknanya adalah peperangan yang mengantarkan kepada pembunuhan. Adapula yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah musuh.
رُؤُوْسُ أَمْوَالِكُمْ
“Pokok harta kalian.” Yang dimaksud adalah harta yang dimiliki oleh seseorang yang masih ada di tangan orang lain sebagai pinjaman, maka boleh bagi pemilik harta untuk mengambil modal (harta)nya itu. Adapun keuntungan yang dihasilkan dari riba, maka tidak boleh bagi dia untuk mengambilnya sedikitpun.kepada mereka bahwa kalian memerangi mereka (para pemakan riba).
b.        Asbab an-Nuzul
Ada  beberapa riwayat tentang riba  yang  menjadi  sebab-sebab turunnya ayat tentang riba, diantaranya :
Riwayat  dari  Ibnu  Abbas  mengatakan  bahwa  ayat  ini  turun kepada  Bani  Amru  bin  Umair bin Auf bin Tsaqif. Adalah Bani Mughirah bin Makhzum  mengambil  riba  dari  Bani  Amru bin Umair bin Auf bin Tsaqif,  selanjutnya mereka melaporkan hal tersebut kepada Rasulullah SAW dan beliau melarang mereka melalui ayat ini untuk mengambil riba.
Berkata ‘Atho dan ‘Ikrimah  bahwasanya  ayat  ini  diturunkan kepada  Abbas  bin  Abdul  Mutholib  dan  Utsman  bin  Affan.  Adalah Rasulullah melarang keduanya untuk mengambil riba dari korma yang dipinjamkan  dan  Allah  SWT  menurunkan  ayat  ini  kepada  mereka, setelah mereka mendengar ayat ini mereka mengambil modal mereka saja tanpa mengambil ribanya.[13]
Berkata  Sadi:  Ayat  ini  diturunkan  kepada  Abbas  dan  Khalid bin Walid. Mereka melakukan kerjasama pada masa Jahiliyah. Mereka meminjamkan  uang  kepada  orang-orang  dari  Bani  Tsaqif.  Ketika Islam  datang  mereka  memiliki  harta  berlimpah  yang  berasal  dari usaha riba, maka Allah menurunkan ayat :
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Maka Nabi SAW bersabda :
“Ketahuilah setiap riba dari riba jahiliyah telah dihapuskan dan riba pertama yang saya hapus adalah riba Abbas bin Abdul Muthollib”.

c.         Kandungan Ayat
Allah memerintahkan mereka agar bertakwa, dan di antara bentuk ketakwaan tersebut adalah agar mereka meninggalkan apa yang tersisa dari harta riba, yaitu muamalah (transaksi) yang sedang berlangsung pada saat itu. Adapun yang telah lalu, maka barangsiapa yang menerima nasihat, Allah akan memaafkan apa yang telah lalu. Sedangkan orang yang tidak peduli akan nasehat dari Allah dan tidak menerimanya, sesungguhnya dia telah menyelisihi Rabb-nya dan memerangi-Nya dalam keadaan dia lemah, tidak memiliki kekuatan untuk memerangi Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana, yang memberi kesempatan kepada orang yang zalim (untuk bertaubat) namun Dia tidaklah membiarkannya. Sehingga jika Allah hendak menyiksa, maka Dia menyiksanya dengan siksaan yang kuat dan tidak lemah sedikitpun. Jika kalian bertaubat dari bermuamalah dengan cara riba, maka kalian boleh mengambil modal dasar dari harta kalian dan kalian tidak menzalimi orang yang bermuamalah dengan kalian dengan cara mengambil tambahan yang merupakan hasil riba.[14]
Allah dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang menyangkut riba, diturunkan pada tahun 9 Hijriyah.

2.2    Munasabah
Dalam surat ar-Rum 39, menjelaskan tentang arti riba secara bahasa maupun secara irstilah. Tetapi dalam lafadz yang terdapat dalam Surat Ar-Ruum ayat 39, tambah disini yang dimaksud tidak lain hanyalah dalam perihal Pemberihan hadiah supaya orang yang memberi hadiah tersebut mendapat tambahan yang lebih. Ini sekilas dari pada uraian lafadz Riba yang dibaca Jer sebab kemasukan huruf Jer Min.
Kemudian dalam surat an-Nisa’ ayat 160-161, meskipun tidak secara tegas melarang orang Islam menjalankan riba, tetapi memberitahu bahwa riba yang dipraktekkan orang Yahudi (padahal sudah dilarang) telah menyebabkan mereka dilarang memanfaatkan barang-barang yang serba bagus, tayyibat, yang tadinya halal bagi mereka. Riba yang dilakukan seseorang tersebut sama dengan menzolimi orang lain, karena merugikan salah satu pihak.
Selanjutnya dalam surat al-Imran ayat 130, perbuatan melipatgandakan nilai uang yang pada akhirnya akan mendzolimi orang lain sehingga hal demikian sangat di benci oleh Allah SWT. Ayat ini juga sebagai peringatan, larangan dan ancaman bagi mereka yang membiasakan berbuat riba.
Dan dalam surat Al-Baqarah ayat 278-279, membantu orang-orang miskin dan memberikan utang kepada mereka, identik dengan memberi utang kepada Allah dan Allah SWT akan memberikan pahalanya. Ayat ini memberikan peringatan kepada orang yang melakukan kezaliman terhadap orang-orang miskin dengan jalan mengambil riba bahwasannya jika kalian tidak meninggalkan riba, maka Allah dan rasul-Nya akan bangkit membela para mustadh'afin dan memerangi para pelaku kezaliman. Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman sehingga kita diperintahkan untuk meninggalkan riba.


BAB III
KESIMPULAN




DAFTAR PUSTAKA

Dahlan dan Zaka Alfarisi. 2000. Ababun Nuzul. Bandung:CV Diponegoro
Hadhiri, Choiruddin. 2005.Kandungan Al-Qur’an.Jakarta:Gema Insani
Rivai, Veithzal dan Andi Buchari. 2009. Islamic Economic. Jakarta: Sinar Grafika Offset
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah.Jakarta:Lentera Hati
Zuhri, Muh. 1997. Riba Dalam Al-Qur’an dan Masalah Perbankan (Sebuah Tilitik Antisipatif). Jakarta:PT RajaGrafindo Persada

http://sinergikalam.wordpress.com di unduh pada 9 ktober 2012



[1] http://fatakurfiqolbi.blogspot.com di unduh pada 20 September 2012
[2] Veithzal Rivai dan Andi Buchari,Islamic Economic,(Jakarta:Sinar Grafika Offset,2009),cet. 1, hlm. 19
[3] Muh Zuhri,Riba Dalam Al-Qur’an dan Masalah Perbankan (Sebuah Tilitik Antisipatif),(Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,1997),cet. 2,hlm. 60
[4] Dahlan dan Zaka Alfarisi,Ababun Nuzul,(Bandung:CV Diponegoro,2000),cet. 2, hlm. 19
[5] Muh. Zuhri, op., cit., hlm. 60-61
[6] Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah,(Jakarta:Lentera Hati,2002),vol.11,hlm.72
[7] http://haritswalker.wordpress.com di unduh pada 9 Oktober 2012
[8] http://tafakurfiqolbi.blogspot.com di unduh pada 20 September 2012
[9] Haritswalker., op., cit.,
[10] Ibid, hlm. 117
[11] Choiruddin Hadhiri,Kandungan Al-Qur’an,(Jakarta:Gema Insani,2005), jilid 2, hlm. 279
[12] http://sinergikalam.wordpress.com di unduh pada tanggal 9 ktober 2012
[13]  http://tafakurfiqolbi.blogspot.com/favicon.ico, di unduh pada 20 September 2012

0 komentar:

Posting Komentar