BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam literatur Islam, sangat jarang
ditemukan tulisan tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam atau sejarah ekonomi
Islam. Buku-buku sejarah Islam atau sejarah peradaban Islam sekalipun tidak
menyentuh sejarah pemikiran ekonomi Islam klasik.
Kajian yang khusus tentang sejarah
pemikiran ekonomi Islam adalah tulisan Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi yang
berjudul, Muslim Economic Thinking, A Survey of Contemporary Literature , dan
Artikelnya berjudul History of Islamic Economics Thought . Buku dan artikel
tersebut ditulis pada tahun 1976. Paparannya tentang studi historis ini lebih
banyak bersifat diskriptif. Ia belum melakukan analisa kritik, khususnya terhadap
“kejahatan” intelektual yang dilakukan ilmuwan Barat yang menyembunyikan
peranan ilmuwan Islam dalam mengembangkan pemikiran ekonomi, sehingga
kontribusi pemikiran ekonomi Islam tidak begitu terlihat pengaruhnya terhadap
ekonomi modern.
Sejarah membuktikan bahwa Ilmuwan
muslim pada era klasik telah banyak menulis dan mengkaji ekonomi Islam tidak
saja secara normatif, tetapi juga secara empiris dan ilmiah dengan metodologi
yang sistimatis, seperti buku Ibnu Khaldun (1332-1406) dan Ibnu Taymiyah, bahkan
Al-Ghazali (w.1111) Al-Maqrizi . Selain itu masih banyak ditemukan buku-buku
yang khusus membahas bagian tertentu dari ekonomi Islam, seperti, Kitab
Al-Kharaj karangan Abu Yusuf (w.182 H/798 M), Kitab Al-Kharaj karangan Yahya
bin Adam (.w.203 H), Kitab Al-Kharaj karangan Ahmad bin Hanbal (w.221 M), Kitab
Al-Amwal karangan Abu ’Ubaid ( w.224 H ), Al-Iktisab fi al Rizqi, oleh Muhammad
Hasan Asy-Syabany. (w.234 H).
Permasalahan dari beberapa
tokoh pemikir muslim di atas, yang akan kami paparkan dalam makalah ini adalah
Al Ghazali, Ibnu Taimiyyah dan Nizamul mulk. Kami mulai dari biografi singkat
sampai pemikiran-pemikiran ekonomi.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
riwayat hidup dari Al-Ghazali?
2. Apa
saja karya-karya dari Al-Ghazali?
3. Bagaimana
konsep ekonomi yang dikemukakan oleh Al-Ghazali?
4. Bagaimana
relefansi pemikiran Al-Ghazali dengan keadaan saat ini?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui riwayat hidup dari Al-Ghazali
2. Untuk
mengetahui karya-karya dari Al-Ghazali
3. Untuk
mengetahui dan memahami konsep pemikiran ekonomi Al-Ghazali
4. Untuk
mengetahui relefansi pemikiran ekonomi Al-Ghazali
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat
Hidup Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’I
Al-Ghazali . secara singkat dipanggil Al-Ghazali-karena dilahirkan di Ghazlah,
suatu kota di Khurasan, Iran, pada tahun 450 H/1058 M.
Tiga tahun setelah kaum
saljuk mengambil alih kekuasaan di Baghdad.
Beliau hidup pada masa Daulah Abbasiyah pada masa dinasti Salajikhah (saljuk). Sejak muda Al-Ghazali sangat antusias terhadap ilmu pengetahuan. Ia pertama-tama belajar bahasa arab dan Fiqh di kota Thus, belajar dasar-dasar ushul fiqh di kota Jurjan. Kemudian beliau pergi ke Naisabur untuk melanjutkan rihlah ilmiah nya dan belajar kepada Al-Haramain Abu Al-Ma’áli Al-Juwaini.
Kemudian beliau masuk ke Madrasah Nizamiyah di Nishapur, yang waktu itu adalah pusat pendidikan terpandang dan dipimpin oleh ulama tersohor bernama Imam Haramain, yang memiliki 400 orang murid tiga diantara muridnya menjadi ulama-ulama terkenal, Harasi, Ahmad bin Muhammad dan Ghazali. Setelah kejadian itu Ghazali pergi ke pusat kekhalifahan di Baghdad saat itu usia Ghazali berumur 28 tahun. Di Bagdad beliau diangkat menjadi Rektor Madrasah Nizamiyah.[1]
Beliau hidup pada masa Daulah Abbasiyah pada masa dinasti Salajikhah (saljuk). Sejak muda Al-Ghazali sangat antusias terhadap ilmu pengetahuan. Ia pertama-tama belajar bahasa arab dan Fiqh di kota Thus, belajar dasar-dasar ushul fiqh di kota Jurjan. Kemudian beliau pergi ke Naisabur untuk melanjutkan rihlah ilmiah nya dan belajar kepada Al-Haramain Abu Al-Ma’áli Al-Juwaini.
Kemudian beliau masuk ke Madrasah Nizamiyah di Nishapur, yang waktu itu adalah pusat pendidikan terpandang dan dipimpin oleh ulama tersohor bernama Imam Haramain, yang memiliki 400 orang murid tiga diantara muridnya menjadi ulama-ulama terkenal, Harasi, Ahmad bin Muhammad dan Ghazali. Setelah kejadian itu Ghazali pergi ke pusat kekhalifahan di Baghdad saat itu usia Ghazali berumur 28 tahun. Di Bagdad beliau diangkat menjadi Rektor Madrasah Nizamiyah.[1]
Imam al Ghazali dalam perjalanan menuntut ilmunya mempunyai banyak guru,
diantaranya guru-guru imam Al Ghazali sebagai berikut :[2]
1. Abu Sahl Muhammad Ibn Abdullah Al Hafsi, beliau mengajar imam Al Ghozali
dengan kitab shohih bukhori.
2. Abul Fath Al Hakimi At Thusi, beliau mengajar imam Al Ghozali dengan kitab
sunan abi daud.
3. Abdullah Muhammad Bin Ahmad Al Khawari, beliau mengajar imam Ghazali dengan
kitab maulid an nabi.
4. Abu Al Fatyan ‘Umar Al Ru’asi, beliau mengajar imam Al Ghazali dengan kitab
shohih Bukhori dan shohih Muslim. Dengan demikian
guru-guru imam Al Ghazali tidak hanya mengajar dalam bidang tasawuf saja, akan
tetapi beliau juga mempunyai guru-guru dalam bidang lainnya, bahkan kebanyakan
guru-guru beliau dalam bidang hadist.
Karena beliau merasakan
ada kehampaan dalam dirinya, beliau kembali menukuni kehidupan sufistik yang
mampu memenuhi kebutuhan rohaninya dan memutuskan untuk menempuh tasawuf
sebagai jalan hidup. Al-Ghazali menghabiskan waktu dan energinya untuk
menyebarkan ilmu pengetahuan hingga meninggal dunia pada tanggal 14 Jumadil
Akhir 505 H atau 19 Desember 1111M.
B.
Karya-Karya
Al-Ghazali
Imam Al Ghozali termasuk penulis yang tidak terbandingkan lagi, kalau karya
imam Al Ghazali diperkirakan mencapai 300 kitab, diantaranya adalah :[3]
1. Maqhasid al falasifah (tujuan para filusuf), sebagai karangan yang pertama
dan berisi masalah-masalah filsafah.
2. Tahaful al falasifah (kekacauan pikiran para filusifi) buku ini dikarang
sewaktu berada di Baghdad di kala jiwanya di landa keragu-raguan. Dalam buku
ini Al Ghazali mengancam filsafat dan para filusuf dengan keras.
3. Miyar al ‘ilmi/miyar almi (kriteria ilmu-ilmu).
4. Ihya’ ulumuddin (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama). Kitab ini merupakan
karyanya yang terbesar selama beberapa tahun ,dalam keadaan berpindah-pindah
antara Damakus, Yerusalem, Hijaz, Dan Thus yang berisi panduan fiqih, tasawuf
dan filsafat.
5. Al munqiz min al dhalal (penyelamat dari kesesatan) kitab ini merupakan
sejarah perkembangan alam pikiran Al Ghazali sendiri dan merefleksikan sikapnya
terhadap beberapa macam ilmu serta jalan mencapai tuhan.
6. Al-ma’arif al-aqliyah (pengetahuan yang nasional)
7. Miskyat al anwar (lampu yang bersinar), kitab ini berisi pembahasan tentang
akhlak dan tasawuf.
8. Minhaj al abidin (jalan mengabdikan diri terhadap tuhan).
9. Al iqtishad fi al i’tiqod (moderisasi dalam aqidah).
10. Ayyuha al walad.
11. Al musytasyfa
12. Ilham al –awwam an ‘ilmal kalam.
13. Mizan al amal.
14. Akhlak al abros wa annajah min al asyhar (akhlak orang-orang baik dan
kesalamatan dari kejahatan).
15. Assrar ilmu addin (rahasia ilmu agama).
16. Al washit (yang pertengahan) .
17. Al wajiz (yang ringkas).
18. Az-zariyah ilaa’ makarim asy syahi’ah (jalan menuju syariat yang mulia)
19. Al hibr al masbuq fi nashihoh al mutuk (barang logam mulia uraian tentang
nasehat kepada para raja).
20. Al mankhul minta’liqoh al ushul (pilihan yang tersaing dari noda-noda ushul
fiqih).
21. Syifa al qolil fibayan alsyaban wa al mukhil wa masalik at ta’wil (obat
orang dengki penjelasan tentang hal-hal samar serta cara-cara penglihatan).
22. Tarbiyatul aulad fi islam (pendidikan anak di dalam islam)
23. Tahzib al ushul (elaborasi terhadap ilmu ushul fiqiha).
24. Al ikhtishos fi al ‘itishod (kesederhanaan dalam beri’tiqod).
25. Yaaqut at ta’wil (permata ta’wil dalam menafsirkan al qur’an).
C.
Pemikiran
Ekonomi Al-Ghazali
Bahasan ekonomi
al-ghazali antara lain meliputi uang,perdagangan, pembagian tenaga kerja ,
perilaku konsumsi, dan organisasi masyarakat dalam perekonomian .[4]
Kita ketahui bersama bahwa Imam al Ghazali
hidup pada masa pemerintahan daulah Abbasiyah, persisnya pada masa dinasti
Salajikah (saljuk), yang mana pada masa pemerintahan daulah Abbasiyah Islam
telah mencapai masa puncak keemasannya. Kemajuan pada bidang politik, ekonomi,
dan pengetahuan yang luar biasa bisa dikatakan kemajuannya tidak pernah ada
yang menandingi oleh kerajaan manapun di dunia ini. Jadi bisa dikatakan kondisi
perekonomi pada masa Imam al Ghazali sangat baik dan seimbang. Dikatakan baik
dan seimbang bukan tidak ada celah dan kelemahan dalam perekonomian barter yang
mana terjadi ketidak sesuaian keinginan antara dua pihak.
Lebih jauh Imam al
Ghazali mengatakan bahwa untuk mewujudkan perekonomian barter, seseorang
memerlukan usaha yang keras. Pelaku ekonomi barter harus mencari seseorang yang
mempunyai keinginan yang sama dengannya. Para pelaku ekonomi barter tersebut
juga akan mendapatkan kesukaran dalam menentukan harga, khususnya ketika
terjadi keragaman barang dagangan, pertambahan produksi, dan perbedaan
kebutuhan.[5]
Di sinilah uang
dibutuhkan sebagai ukuran nilai suatu barang, sekalipun dalam perekonomian
barter. Dengan demikian, dalam pandangan al Ghazali, uang hanya berfungsi
sebagai satuan hitung dan alat tukar. Ia mengatakan bahwa zat uang itu sendiri
tidak dapat memberikan manfaat. Dan ini berarti bahwa uang bukan merupakan alat
penyimpan kekayaan. Pemikiran ekonomi Al-Ghazali didasarkan pada pendekatan
tasawuf karena pada masa hidunya, orang-orang kaya berkuasa dan sarat prestise
sulit menerima pendekatan fiqh dan filosofis dalam mempercayai hari pembalasan.
Corak pemikiran Ekonominya dituangkan dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din, al-Mustasfa,
Mizan Al-a’mal, dan al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Muluk.
Berikut adalah
pemikiran ekonomi dari Imam Al-Ghazali:
1.
Konsep
Uang
Al-Ghazali menyadari
bahwa salah satu penemuan terpenting dalam perekonomian adalah uang. Sejarah
perkembangan uang menurut Al-Ghazali, dimulai dari barter (al-Mufawwadah)
hingga pada penggunaan logam mulia, yaitu: emas (al-Dzahab) dan Perak
(al-Fidzah).
Al-Ghazali sudah
membahas agak canggih mengenai permasalahan dan evolusi uang dan berbagai
fungsinya. Ia menjelaskan bagaimana uang mengatasi berbagai permasalahan yang
timbul dari suatu pertukaran barter.
Ia juga membahas
berbagai akibat negatif dari pemalsuan dan penurunan nilai mata uang, sebuah
observasi yang mendahului observasi serupa beberapa abad kemudian yang dilakukan
oleh Nicholas Oresme, Thomas Gresham, dan Richad Cantillon.
Dalam karya
monumentalnya, Ihya’ Ulum ad-Din, Al-Ghazali mendefinisikan bahwa uang adalah
barang atau benda yang berfungsi sebagai sarana untuk mendapatkan barang lain.
Benda tersebut dianggap tidak mempunyai nilai sebagai barang (nilai intrinsik). Oleh karenanya, ia
mengibaratkan uang sebagai cermin yang tidak mempunyai warna sendiri tapi mampu
merefleksikan semua jenis warna.[6]
Oleh karena itu, uang
menurut al-Ghazzali hanya sebagai standar harga barang atau benda maka uang
tidak memiliki nilai intrinsik. Atau lebih tepatnya nilai intrinsik suatu mata
uang yang ditunjukkan oleh real existence-nya
dianggap tidak pernah ada. Anggapan al-Ghazali bahwa uang tidak memiliki nilai
intrinsik ini pada akhirnya terkait dengan permasalahan seputar permintaan
terhadap uang, riba, dan jual beli mata uang.
2.
Larangan
Menimbun Uang (money hoarding)
Menurut Al-Ghazali
alasan dasar pelarangan menimbun uang karena tindakan tersebut akan
menghilangkan fungsi yang melekat pada uang itu. sebagaimana telah disebutkan,
tujuan dibuat uang adalah agar beredar d masyarakat sebagai sarana transaksi
dan bukan untuk dimonopoli oleh
golongan tertentu. Bahkan, dampak terburuk dari praktik menimbun uang adalah inflasi dan deflasi. Keduanya sama-sama penyakit ekonomi yang harus dihindari
sehingga antara jumlah uang beredar dengan barang yang tersedia selalu seimbang
di pasar.
3.
Problematika
Riba
Alasan mendasar
Al-Ghazali dalam mengharamkan riba yang terkait dengan uang adalah didasarkan
pada motif dicetaknya uang itu sendiri yakni hanya sebagai alat tukar dan
standar nilai barang semata, bukan sebagai komoditas. Karena itu, perbuatan
riba dengan cara tukar menukar uang yang sejenis adalah tindakan yang keluar
dari tujuan awal penciptaan uang dan dilarang oleh agama.
Bagi al-Ghazali,
larangan riba yang seringkali dipandang sama dengan bunga adalah mutlak.
Terlepas dari alasan dosa, argumen lainnya yang menentang riba adalah
kemungkinan terjadinya eksploitasi ekonomi dan ketidakadilan dalam transaksi.
Al-Ghazali tidak hanya mengharamkan riba, melainkan juga menganjurkan untuk
menjauhin dan menghindari praktek trersebut. Menurut beliau, riba yang harus
diwaspadai dalam transaksi bisnis adalah riba nasi’ah dan riba fadl. Riba
nasi’ah adalah kelebihan yang diberikan atas keterlambatan seseorang dalam
membayar utangnya kepada orang lain.
Adapun yang dimaksud
dengan riba fadl adalah tambahan yang dilakukan dalm suatu transaksi jual beli,
dimana salah satu pihak menambahkan barang yang akan ditukarnya karena berbeda
jenis antara kedua barang tersebut. Riba fadl ini biasanya terjadi dalam
transaksi jual beli yang menggunakan sistem barter. Mengenai pertukaran uang
dalam istilah al-Ghazali disebut sharf erat kaitannya dengan masalah riba.
Al-Ghazali menyebutkan
bahwa siapa saja yang melakukan transaksi pertukaran uang yang di dalamnya
terdapat unsur riba, maka orang tersebut telah mengingkari nikmat Allah yang
diberikan padanya dan telah berbuat zalim. Beliau hanya memperbolehkan
pertukaran uang yang sejenis dan sama nilainya.
4.
Jual
Beli Mata Uang
Salah satu hal yang
termasuk dalam kategori riba adalah jual beli mata uang. Dalam hal ini,
Al-Ghazzali melarang praktek yang demikian ini. baginya, jika prsktik jual beli
mata uang diperbolehkan maka sama saja dengan membiarkan orang lain melakukan
praktik penimbunan uang yang akan berakibat pada kelangkaan uang dalam
masyarakat. Karena diperjual belikan, uang hanya akan beredar pada kalangan
tertentu, yaitu orang-orang kaya. Ini tindakan yang sangat zalim.
5.
Evolusi
Pasar
Bagi Al-Ghazali pasar
merupakan bagian dari “keteraturan alami”. Secara rinci, dari juga menerangkan
bagaimana evolusi terciptanya pasar.
Jadi bagi Al-Ghazali, pasar berevolusi sebagai bagian dari “hukum alam” segala
sesuatu, yakni sebuah ekspresi berbagai hasrat yang timbul dari diri sendiri
untuk ssaling memuaskan kebutuhan ekonomi.
Al-Ghazali juga
memperkenalkan teori permintaan dan penawaran; adanya penurunan harga ketika
ada penambahan atas suatu barang atau karena tidak adanya pembeli. Ghazali juga
memperkenalkan elastisitas permintaan, ia mengidentifikasi permintaan produk
makanan adalah inelastis, karena makanan adalah kebutuhan pokok. Oleh karena
dalam perdagangan makanan motif mencari keuntungan yang tinggi harus
diminimalisir, jika ingin mendapatkan keuntungan tinggi dari perdagangan,
selayaknya dicari barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
Imam Ghazali dan juga
para pemikir pada zamannya ketika membicarakan harga biasanya langsung
mengaitkannya dengan keuntungan. Keuntungan belum secara jelas dikaitkan dengan
pendapatan dan biaya. Bagi Ghazali keuntungan adalah kompensasi dari kepayahan
perjalanan, resiko bisnis, dan ancaman keselamatan diri si pedagang. Dan
keuntungan merupak motivasi bagi seorang pedagang, dengan penekanan keuntungan
tersebut tidak berlebihan (keuntungan yang wajar).
D.
Relevansi
Pemikiran Al-Ghazali dengan keadaan masa kini
Seluruh pemikiran
al-Gazali merupakan gambaran yang terjadi dahulu yang dapat dikatakan hampir
sama dengan kondisi bangsa ini. Semuanya itu kembali kepada agama dan negara
sebagai tiang yang menurut al-Gazali tidak dapat dipisahkan. Jika kedua
tiang-tiang tersebut berdiri maka bangsa ini akan makmur dan beradab.
Dalam pembahasan
mengenai fungsi uang, Al-Ghazali berkeyakinan diperlukannya uang yang berfungsi
sebagai media alat tukar. Pemikiran Al-Ghazali tersebut sangat membantu
masyarakat pada era modern seperti saat ini. uang memberikan kemudahan bagi
setiap individu dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang dia diperlukan. Seseorang
yang memiliki uang dengan mudah dapat membelanjakan uangnya untuk membeli
pakaian, makanan yang dia perlukan.
Problematika moneter di
dunia saat ini kerap menjadi penyebab nomor wahid terjadinya krisis ekonomi di
banyak negara. Padahal pada zaman Rasul dulu, masalah itu tidak menjadi sebuah
kendala yang pokok. Salah satu alasannya adalah, karena salahnya para ekonom
memandang uang. Uang yang seharusnya menjadi flow malah menjadi stock.
Yang seharusnya hanya menjadi perantara, malah menjadi komoditas yang
diperdagangkan. Bahkan dijadikan sebagai alat spekulasi yang menghancurkan.
Nampaknya, konsep Islam yang dalam hal ini diusung oleh seorang ulama
terkemuka, Imam Al-Ghazali, berada pada posisi yang lebih baik.
Di sini
nampak jelas bahwa ilmu ekonomi yang dibangun oleh al-Ghazali adalah ekonomi
bercirikan :
1.
Dimensi Ilahiah yaitu ekonomi yang berasaskan ketuhanan (Ilahiah)
, bertolak dari Allah, bertujuan akhirkepada Allah (akhirat) dan
menggunakan sarana yang tidak lepas dari norma dan etika syari’ah.
2.
Dimensi Insaniah artinya ekonomi al-Ghazali berupaya menciptakan
kesejahteraan umat (maslahah).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai Al-Ghazali diatas, dapat ditarik kesimpulan :
1. Nama
lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us
Ath-Thusi Asy-Syafi’I Al-Ghazali . secara singkat dipanggil Al-Ghazali-karena
dilahirkan di Ghazlah, suatu kota di Khurasan, Iran, pada tahun 450 H/1058 M.
2. Imam Al Ghozali termasuk penulis yang tidak terbandingkan lagi, kalau karya
imam Al Ghazali diperkirakan mencapai 300 kitab, diantaranya adalah :
a. Maqhasid al falasifah (tujuan para filusuf), sebagai karangan yang pertama
dan berisi masalah-masalah filsafah.
b. Tahaful al falasifah (kekacauan pikiran para filusifi) buku ini dikarang
sewaktu berada di Baghdad di kala jiwanya di landa keragu-raguan. Dalam buku
ini Al Ghazali mengancam filsafat dan para filusuf dengan keras.
c. Miyar al ‘ilmi/miyar almi (kriteria ilmu-ilmu).
3. Pemikiran
ekonomi dari Al-Ghazali antara lain:
a. Konsep
uang
b. Larangan
menimbun uang
c. Problematika
riba
d. Jual
beli mata uang
e. Evolusi
pasar
DAFTAR
PUSTAKA
Chamid, Nur.2010.Jejak
Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.Kediri:Pustaka Pelajar
Zaky Al-Kaaf, Abdullah.2002.Ekonomi dalam Perspektif Islam.Bandung:Pustaka Setia
di unduh pada tanggal
11 oktober 2012
di unduh pada tanggal
11 oktober 2012
di
unduh pada tanggal 11 oktober 2012
diunduh
pada tanggal 10 oktober 2012
[1] http://idoycdt.wordpress.com/2011/04/19/pemikiran-ekonomi-al-ghazali-ibnu-taimiyah-dan-ibnu-hazm/
di unduh pada tanggal 11 oktober 2012
[2] http://s4h4.wordpress.com/2008/11/30/biografi-imam-ghazali/
di unduh pada tanggal 11 oktober 2012
[3] http://s4h4.wordpress.com/2008/11/30/biografi-imam-ghazali/
[4] Nur
Chamid,Jejak Langkah Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam,(Kediri:Pustaka Pelajar,2010), hlm.220
[5] http://idoycdt.wordpress.com/2011/04/19/pemikiran-ekonomi-al-ghazali-ibnu-taimiyah-dan-ibnu-hazm/
[6] Nur
Chamid, op., cit., hlm. 222
0 komentar:
Posting Komentar