TUGAS
KELOMPOK
JENIS
JUAL BELI
Tugas
ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadis Ekonomi 2
Dosen
Pengampu: Wahyu Abdul Ja’far, M.HI
Disusun
Oleh:
Fatma Asih Kurniati 1172844
Nur
Inayah
Sulis Nopen Saputri 11
Sri Winarti 11
Prodi : Ekonomi Islam
Kelas : E
Semester : IV (Empat)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
JURAI SIWO METRO
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dengan
semakin kompleksnya masalah transaksi di kalangan umat Islam, maka Rasul
memberikan tuntunan yang sangat terinci dalam masalah jual beli. Secara umum
jula beli harus dilakukan dengan cara yang memenuhi syarat dan rukunnya. Salah
satu rukun jual beli adalah adanya benda yang diperjualbelikan saat transaksi
dilakukan. Di samping itu, bukan hanya sekedar adanya benda yang
diperjualbelikan, tetapi barang yang diperjualbelikan harus jelas kualitas
maupun kuantitasnya.
Laju
perkembangan perekonomian saat ini, membuka peluang yang sangat besar bagi
munculnya berbagai bentuk pelaksanaan jual beli. Dengan adanya sistem jual beli
lewat internet misalnya, pembeli memesan barang yang diperlukan dengan hanya
menyebutkan kualifikasinya saja. Penjual akan mengantarkan sesuai dengan
pesanan pembeli.
Begitu
juga transaksi yang dilakukan terhadap hasil pertanian, kadang penjual atau
pembeli menawarkan atau menawar agar tanamannya dijual pada saat masih di
batanganya atau masih belum matang. Transaksi dengan cara ini dapat menyebabkan
salah satu pihak mendapatkan keuntungan yang berlipat maupun sangat merugi.
Dalam
praktek juga sering terjadi pembohongan baik kualitas maupun kuantitas barang
yang diperjualbelikan, dengan cara mencampur barang yang berkualitas dengan
yang tidak berkualitas baik. Dapat juga dengan cara menjual barang yang tidak
berkualitas baik dengan harga barang yang berkualitas baik. Atau dengan cara
mengaburkan kuantitas barang, dengan ukuran (timbangan, meteran) yang tidak
jelas.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan jual beli salam?
2. Apa
yang dimaksud dengan jual beli ijon?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui tentang jual beli salam
2. Untuk
mengerahui tentang jual beli ijon
BAB II
PEMBAHASAN
Macam-macam
Jual Beli
1.
Jual
Beli Salam
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
قَالَ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَهُمْ
يُسْلٍفُونَ فِي الثَّمَارِ السَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ فَقَالَ مَنْ أَسْلَفَ فِي
تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ
مَعْلُومٍ
Arti
Hadis:
Ibn
‘Abbas menyatakan bahwa ketika Rasul datang ke Madinah, penduduk Madinah
melakukan jual beli salam pada buah-buahan untuk jangka 1 atau 2 tahun.
Kemudian Rasul bersabda: Siapa yang melakukan salam hendaknya melakukannya dengan
takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai batas waktu tertentu.
a.
Syarah
Hadis
Jual beli salam merupakan jual beli yang
memiliki potensial bagi penjual untuk melakukan penipuan baik dari segi
kualitas, kuantitas atau pun waktu. Oleh sebab itu, Rasul memberikan aturan
khusus tentang masalah ini. Ini bertujuan agar pihak-pihak yang bertransaksi
tidak saling merugikan dan untuk menghindari terjadinya sengketa antara
keduanya.
Dalam hadis ini, jual beli salam
merupakan model jual beli yang sudah biasa dipraktekkan oleh masyarakat Madinah
sebelum islam masuk ke sana. Islam menerima model jual beli salam ini dengan
syarat. Hal ini terlihat dari koreksian Islam terhadap kebiasaan orang Madinah
dengan menentukan persyaratan sebagai berikut:
a.
Jelas takarannya
b.
Jelas timbangannya
c.
Jelas batas waktu penyerahan barang
Jual beli salam hukumnya sah jika
dilakukan sesuai dengan memperhatikan ketentuan yang sudah disepakati pada
waktu transaksi dilakukan, baik kualitas barang, kuantitas barang, harga dan
waktu penyerhan barang. Meskipun dilihat dari satu aspek, barang yang
diperjualbelikan tidak ada pada saat transaksi, namun pada jual beli salam,
barang yang diperjualbelikan jelas baik kualitas atau pun kuantitasnya.[1]
b.
Pengertian
Jual Beli Salam
Jual beli salam atau dikenal juga
dengan jual beli as Salaf ini pada dasarnya adalah jual beli dengan pembayaran
di muka. Sedangkan barangnya diserahkan belakangan. Kedua pihak yang
bertransaksi melakukan jual beli seperti biasa, bedanya objeknya tidak ada pada
saat jual beli dilakukan dan diserahkan pada waktu yang sudah disepakati
bersama. Jika diperhatikan transaksi yang ada sekarang mungkin dapat dapat
disamakan dengan jual beli dengan sistem penawaran menggunakan gambar. Penjual
menjelaskan spesifikasi barang yang dijualnya, dan pembeli memesan barang
dengan kriteria yang sudah ditentukan atau dan disepakati bersama. kemudian
penjual menyerahkan barangnya pada waktu yang sudah mereka sepakati bersama pula,
sementara harga barang sudah disepakati dan dibayar di muka, pada waktu akad.
c. Rukun dan
Syarat Jual Beli Salam
Dalam jual beli salam, terdapat
rukun yang harus dipenuhi, yaitu:[2]
1. Pembeli (muslam)
2. Penjual (muslam
ilaih)
3. Modal / uang
(ra’sul maal)
4. Barang (muslam
fiih)
Sedangkan syarat yang harus dipenuhi
sebagai berikut:
1. Pembayaran
dilakukan dimuka (kontan)
2. Dilakukan pada
barang-barang yang memiliki kriteria jelas
3. Penyebutan kriteria
barang dilakukan saat akad dilangsungkan
4. Penentuan
tempo penyerahan barang pesanan
5. Barang
pesanan tersedia pada saat jatuh tempo
6. Barang
pesanan adalah barang yang pengadaannya dijamin pengusaha.
d.
Ketentuan
Jual Beli Salam
1.
Barang yang
menjadi objek salam (al-muslam fih) harus:
· Merupakan
suatu yang belum ada hanya dideskripsikan sifat-sifatnya lalu
dijanjikan/dijamin untuk diadakan pada masa yang akan datang, seperti 10 ton
beras thailan kualitas super, bukan barang tertentu (‘ain mu’ayyanah) yang
telah ada wujudnya, seperti sapi nomor 10 milik Zaid, namun belum dimiliki
penjual.
· merupakan
barang yang dijual dengan ditakar (seperti minyak), ditimbang (seperti beras),
ataupun dihitung jumlah unitnya dimana masing-masing unit memiliki sifat yang
relatif sama antara satu dengan yang lain (seperti buku tertentu). Maka ulama
Hanafiyah mengatakan bahwa rumah tidak bisa menjadi muslam fih, karena kondisi
tiap-tiap rumah berbeda-beda dan harganya tidak ditentukan dengan timbangan,
takaran ataupun dihitung per satuan.
· jumlah,
berat atau takarannya harus jelas disebutkan saat transaksi.
· jenis dan
sifat barang dideskripsikan secara spesifik, terutama karakter-karakter yang
mempengaruhi harganya, seperti beras rojo lele kualitas nomor satu atau salak
pondoh yang berukuran besar;
· diduga kuat
bisa didapatkan oleh penjual pada waktu yang disepakati.
2.
Harga yang
dibayarkan (ra’sul mal) disyaratkan harus :
· ditentukan
jenis, sifat dan besarnya pada saat transaksiapabila dengan mata uang tertentu
maka cukup disebutkan jumlahnya
· dibayar
kontan saat transaksi, jika harga yang diserahkan hanya sebagian saja maka
transaksi salam berlaku untuk sebagian yang dibayarkan saja
· ra’sul mal
bukan berupa barang yang bisa terjadi riba nasi’ah jika ditransaksikan dengan
al-muslam fih, dengan kata lain, keduanya bukan barang yang jika ditransaksikan
satu sama lain diharuskan serahterima secara langsung. Maka dari itu tidak
boleh memesan emas sedangkan alat pembeliannya berupa perak, karena jual beli
emas dengan perak harus langsung diserahterimakan ditempat, sehingga jual-beli salam
tidak mungkin dilakukan
· harga harus
wajar, tidak boleh ada ghobn fahisy (penentuan harga yang terlalu mahal). Jika
terjadi ghobn fahisy, maka pembeli boleh memilih untuk meneruskan atau
membatalkan akad, namun dia tidak boleh meminta kembali selisih nilai antara
harga yang disepakati dengan harga wajar.
3.
Harus ada selang waktu antara saat terjadinya akad salam
dengan waktu penyerahan barang. Tanpa selang waktu, maka transaksi tidak layak
disebut salam sehingga salam tidak sah.
4.
Waktu penyerahan barang harus ditetapkan secara jelas
sebelum berpisah, apabila waktu penyerahannya tidak ditentukan maka transaksi salam
tidak sah. Ini merupakan perkara yang disepakati.
Jika sampai
waktu yang ditentukan ternyata penjual tidak berhasil mendapatkan barangnya,
maka pembeli boleh memilih untuk memperpanjang tempo atau membatalkan akad.
Jika memilih pembatalan maka pembeli hanya berhak mengambil harga yang telah
dia bayarkan, tidak boleh mengambil denda karena akan terjadi riba dan tidak
boleh minta diganti dengan barang lain karena hal itu membutuhkan akad yang
terpisah.
Jika barang
yang didapatkan tidak sesuai dengan kriteria yang dideskripsikan maka transaksi
batal.Jika barang yang berhasil didapatkan penjual masih kurang dari jumlah
yang disepakati maka pembeli berhak membatalkan akad secara keseluruhan atau
pun menerima barang yang ada seraya membatalkan transaksi bagi barang yang
belum ada. Jika ada cacat pada barang yang diserahkan maka pembeli boleh
memilih untuk meminta ganti atau menerima barang tersebut.
e.
Hikmah
Jual Beli Salam
Di antara hikmah-hikmah diharuskan jual beli
secara salam ialah :[3]
·
Untuk memberi kemudahan kepada anggota
masyarakat menjalankan urusan perniagaan.
·
Untuk menanamkan perasaan tolong
menolong di antara satu sama lain.
2.
Jual
Beli Ijon
Untuk
menjamin adanya prinsip ‘an taradhin dalam jual beli, maka dalam transaksi
objek yang diperjual belikan harus sudah jelas kualitas dan kuantitasnya.
Dengan demikian, barang yang diperjualbelikan sudah saatnya dipetik dan dijual.
Hal ini agar penjual atau pembeli tidak akan merasa kecewa di kemudian hari.
Dalam
realita di lapangan, jual beli sering dilakukan pada saat objek jual beli belum
saatnya dijual. Terutama dalam praktek jual beli sayuran atau buah-buahan.
Pihak penjual terkadang menawarkan kepada calon pembeli untuk membeli
buah-buahan yang masih muda. Dapat juga, si pembeli menawar dan menawar agar
pemilik barang dapat menjual tanaman atau buah-buahan pada saat belum layak
panen, meski pun panennya tetap dilakukan pada saatnya.
Praktek
seperti ini memberikan peluang kepada penjual atau pembeli untuk mendapatkan
kerugian atau keuntungan yang diluar perkiraan. Karena terdapat jangka waktu
antara pelaksanaan transaksi dengan penyerahan objek jual beli.
Dapat
juga terjadinya serah terima barang pada saat transaksi dilakukan, sehingga
barang yang dijual dan belum layak panen berarti penjual atau pemilik barang
telah menyia-nyiakan harta. Hal itu karena kualitasnya belum naik dan kadang
bahkan layak untuk dikonsumsi. Oleh sebab itu dapat dilihat aturan yang telah
diberikan oleh Rasulullah Saw. dalam hadis berikut:
حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ
مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى يَبْدُ وَ ﺻَﻼَ حُهَا وَعَنِ النَّخْلِ
حَتَّى يَزْهُوَ قِيلَ وَمَا يَزْهُو قَالَ يَحْمَارُّ ٲَوْ يَصْفَارُّ
Arti
Hadis:
Dari
Anas bin Malik, Rasulullah Saw. melarang jual beli buah-buahan sampai sudah
jelas bentuknya (pantas untuk dipetik)
a.
Syarah
Hadis
Buah-buahan dan biji-bijian dalam proses
menuju matang memiliki kemungkinan untuk gagal panen. Karena ada berbagai macam
hal yang dapat menyebabkan itu, seperti adanya perubahan musim, hama atau
bencana alam. Kenyataan ini dijadikan sebagai dasar untuk memberikan aturan dalam
menentukan waktu pantasnya buah-buahan atau biji-bijian itu dapt
diperjualbelikan.
Semua aturan itu bermuara pada upaya
meminimalisir kemungkinan terjadinya bisnis yang tidak memiliki prinsip ‘an
taradhin. Spekulasi dalam jual beli ijon memberikan kemungkinan penjual atau
pembeli memiliki atau memakan milik orang lain secara tidak benar. Pada jual
beli ijon, jika hasil yang didapatkan setelah panen jauh lebih baik dari
perkiraan semula (waktu transaksi dilakukan), maka pihak pembeli akan mendapatkan
keuntungan yang jauh lebih besar sehingga penjual secara tidak langsung akan
merasa dirugikan. Begitu juga sebaliknya, jika hasil panen jauh dibawah
perkiraan atau bahkan sangat sedikit, karena hama, musim, atau bencana alam,
maka pembeli akn menanggung kerugian dan pemilik akan sangat diuntungkan.
Telah dikemukakan bahwa dalam jual beli
menurut Islam ada aturan yang sangat jelas tentang objek yang diperjualbelikan.
Objek jual beli harus jelaas baik kualitas, kuantitas dan jenisnya. Untuk
buah-buahan atau biji-bijian, kematangan menjadi persyaratan untuk dapat
dijual. Oleh sebab itu, dalam hadis terdapat larangan Rasulullah Saw. melakukan
jual beli ijon. Karena ada spkulai yang akn mendatangkan keuntungan lebih atau
kerugian bagi penjual atau pembeli.
Untuk memberikan penjelasan tentang kata
يَزْهُوَ menggunakan istilah yang beda yaitu: يَبْدُ
وَ ﺻَﻼَ حُهَا
,
yakni sudah jelas baiknya (bentuk aslinya), dan احمر sebagai penjelasan Rasulullah Saw. terhadap kata ترهو yang menekankan pada warna sebagai indikasi kematangan. Dalam
hadis ini indikasi kejelasan buah yang sudah layak dijual ketika sudah berwarna
agak kemerah-merahan. Warna kemerah-merahan menunjukkan pada buah-buahan yang
ketika matangnya berwarna merah.
Sedangkan untuk buah lain bisa saja warna matangnya bukan
merah, seperti hitam, kuning atau putih misalnya, maka tanda kematangannya
setelah agak kehitam-hitaman, kekuning-kuningan, atau keputih-putihan.
Berbeda dengan buah-buahan, untuk
biji-bijian tanda kematangannya adalah تشتد yang menunjukkan bahwa transaksi terhadap biji-bijian dapat
dilakukan ketika bijinya sudah mengeras. Artinya, telah terlihat bahwa
biji-bijian tersebut bernas.
Dapat dikatakan bahwa aturan tentang
adanya larangan jual beli ijon ini memberikan jaminan bagi penjual atau pun
pembeli, agar tidak terjadi penyesalan atau pun rasa dirugikan dengan
kemungkinan yang dapat saja muncul di belakang.
b.
Pengertian
jual beli ijon
Ijon
atau dalam bahasa Arab dinamakan mukhadlarah,
yaitu memperjual belikan buah-buahan atau biji-bijian yang masih hijau. Atau
dalam buku lain dinamakan al-Muhaqalah
yaitu menjual hasil pertanian sebelum tampak atau menjualnya ketika masih
kecil.[4]
c.
Pendapat
para fukaha
Para
fuqaha berbeda pendapat mengenai jual beli di atas pohon dan hasil pertanian di
dalam bumi. Hal ini karena adanya kemungkinan bentuk ijon yang didasarkan pada
adanya perjanjian tertentu sebelum akad.
Imam
Abu Hanifah atau fuqaha Hanafiyah membedakan menjadi tiga alternatif hukum
sebagai berikut :
1. Jika
akadnya mensyaratkan harus di petik maka sah dan pihak pembeli wajib segera
memetiknya sesaat setelah berlangsungnya akad, kecuali ada izin dari pihak
penjual.
2. Jika
akadnya tidak disertai persyaratan apapun, maka boleh.
3. Jika
akadnya mempersyaratkan buah tersebut tidak dipetik (tetap dipanen) sampai
masak-masak, maka akadnya fasad.
Sedang
para ulama berpendapat bahwa mereka membolehkan menjualnya sebelum bercahaya
dengan syarat dipetik. Hal ini didasarkan pada hadits nabi yang melarang menjual
buah-buahan sehingga tampak kebaikannya. Para ulama tidak mengartikan larangan
tersebut kepada kemutlakannya, yakni larangan menjual beli sebelum bercahaya.
Kebanyakan ulama malah berpendapat bahwa makna larangan tersebut adalah
menjualnya dengan syarat tetap di pohon hingga bercahaya
Jumhur
(Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah) berpendapat, jika buah tersebut belum
layak petik, maka apabila disyaratkan harus segera dipetik sah. Karena menurut
mereka, sesungguhnya yang menjadi halangan keabsahannya adalah gugurnya buah
atau ada serangan hama. Kekhawatiran seperti ini tidak terjadi jika langsung
dipetik. Sedang jual beli yang belum pantas (masih hijau) secara mutlak tanpa
persyaratan apapun adalah batal.
Pendapat-pendapat
ini berlaku pula untuk tanaman lain yang diperjual belikan dalam bentuk ijon,
seperti halnya yang biasa terjadi di masyarakat kita yaitu penjualan padi yang
belum nyata keras dan dipetik atau tetap dipohon, kiranya sama-sama berpangkal
pada prinsip menjauhi kesamaran dengan segala akibat buruknya. Namun analisa
hukumnya berbeda.[5]
d. Hikmah Larangan Menjual Buah Yang Masih Hijau
·
Mencegah timbulnya pertengkaran (mukhashamah) akibat kesamaran.
·
Melindungi pihak pembeli, jangan sampai menderita
kerugian akibat pembelian buah-buahan yang rusak sebelum matang.
·
Memelihara pihak penjual jangan sampai memakan harta
orang lain dengan cara yang bathil
·
Menghindarkan penyesalan dan kekecewaan
pihak penjual jika ternyata buah muda yang di jual dengan harga murah itu
memberikan keuntungan besar kepada pembeli setelah buah itu matang dengan
sempurna.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
Bai'as-salam
artinya pembelian barang yang diserahkan kemu dian hari, sedangkan pembayaran
dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih
dulu jenis, kualitas dan jumlah barang, dan hukum awal pembayaran harus dalam
bentuk uang.
Dalam
transaksi Bai’ as Salam harus memenuhi 5 (lima) rukun yang mensyaratkan harus
ada pembeli, penjual, modal (uang), barang, dan ucapan (sighot).
Sebagaimana
dapat dipahami dari namanya, yaitu as salam yang berarti penyerahan, atau as
salaf, yang artinya mendahulukan, maka para ulama' telah menyepakati bahwa
pembayaran pada akad as salam harus dilakukan di muka atau kontan, tanpa ada
sedikitpun yang terhutang atau ditunda.
Pada intinya
penjual ijon dalam seluruh madzhab adalah tidak diperbolehkan, karena pada
dasarnya permasalahan ini sudah jelas nass hukum yang berupa hadits Rasulullah
Saw. Hal ini karena permasalahan jual beli ijon sudah ada sejak zaman Rasulullah
dan bukan masalah kontemporer meskipun prakteknya masih terus berlaku sampai
sekarang.
Perbedaan
pendapat yang terjadi pada para fuqaha, sebenarnya berpangkal pada prinsip yang
sama, yaitu sama-sama menjauhi kesamaran dengan segala akibat buruknya. Namun
analisa hukumnya yang berbeda.
Abu Hanifah
atau Imam hanafiyah membolehkan menjual buah-buahan yang masih hijau dengan
syarat dipetik, dan tidak membolehkan yang tetap berada di pohon dengan alasan
karena penjualan mengharuskan diserahkan.
Sedang
jumhur dan ulama membolehkan dengan syarat dipetik dengan alasan menghilangkan
dari adanya kerusakan atau adanya serangan hama yang biasanya terjadi pada
buah-buahan sebelum buah bercahaya. Pada intinya pelarangan jual beli ijon yang
tetap berada di pohon adalah menghindarkan kesamaran (gharar), menghilangkan
penipuan yang mengandung pertengkaran dikemudian hari, serta tidak
mengakibatkan resiko sehingga terhindar dari memakan harta orang lain dengan
cara bathil.
[1] Enizar,
Hadits Ekonomi 2,(Metro,2012), hlm. 72
[2] http://khotneedazweety.blogspot.com/2012/12/jual-beli-salam.html
di unduh pada 21 April 2013
[3] http://i0.wp.com/irfanirsyad.files.wordpress.com/2012/03/jualbeli_salam.png?fit=1000%2C1000
di unduh pada 22 April 2013
[4] http://heryishery.blogspot.com/2012/03/khiyar-dan-jual-beli-ijon.html
di unduh pada 21 April 2013
[5] http://makalah-ibnu.blogspot.com/2008/10/jual-beli-ijon-secara-syari.html
di unduh pada 21 April 2013
0 komentar:
Posting Komentar