Blogger news

Pages

persahabatan

sahabat adalah satu jiwa dalam dua tubuh. seperti oksigen dalam air (H2O), seperti hemoglobin dalam darah. banyak mantan pacar tapi tidak ada mantan sahabat.

Perjuangan

Jangan pernah menyerah jika kamu masih ingin mencoba. Jangan biarkan penyesalan datang karena kamu selangkah lagi tuk menang.(RA Kartini)

untukmu

Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri.

perjuangan

Cobalah dulu, baru cerita. Pahamilah dulu, baru menjawab. Pikirlah dulu, baru berkata. Dengarlah dulu, baru beri penilaian. Bekerjalah dulu, baru berharap.

Llove

Love is more kinds, but what is very safe and a eternal is love which come from the door of sweetheart.

Senin, 09 Desember 2013

manajemen risiko : bank sebagai bisnis kepercayaan dan pengelola risiko

BAB I
PEMBAHASAN

A.    Bank Sebagai Bisnis Kepercayaan
Bank adalah bisnis kepercayaan. Sebenarnya modal bank kecil dibandingkan dengan modal dari nasabah. Oleh sebab itu, penting bagi bank agar dipercaya oleh masyarakat yang menjadi nasabah penyimpan. Di masa datang masyarakat akan semakin pandai dan berhati-hati dalam memilih bank, yang mampu mengakomodasi kebutuhan transaksinya, mereka hanya akan mau berhubungan dengan bank yang mampu memberikan rasa aman, sekaligus keuntungan pada dana yang mereka tempatkan, tanpa ada rasa curiga tentang dananya, mereka juga hanya akan memilih bank yang mengerti kebutuhan mereka dan mampu memberikan banyak kemudahan dalam pelayanan.
Dengan peran seperti itu, jelas bahwa kepercayaan adalah segala-galanya. Karena kepercayan merupakan salah satu pembentuk etika, maka etika bisnis harus dan mutlak mendapatkan tempat utama sekaligus terhormat dalam mengelola bisnis perbankan.
Namun, seperti juga dunia bisnis lainnya, lingkungan bisnis perbankan tidak steril dari gangguan yang dikaitkan dengan pelaksanaan etika bisnis. Gangguan  implementasi etika bisnis tersebut dapat terjadi baik di kalangan internal bank maupun eksternal karena hasil interaksi antarkedua belah pihak.
Kualitas pelayanan perbankan menjadi indikator konkret untuk menciptakan kepercayaan pemahaman tentang perbankan dalam menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).
Ada beberapa hal yang mesti dilakukan bank sebagai salah satu bisnis kepercayaan terhadap nasabah yakni antara lain:
1.    Bank islam harus mampu meyakinkan nasabah bahwa dana yang telah dtitipkan atau diinvestasikan akan dikelola dengan baik. Apabila tidak mampu mengelola risiko yang dihadapinya, bank berpotensi mengalami kerugian. Kerugian ini akan berdampak pada tergerusnya modal bank, kemampuan bank memberikan imbal hasil investasi, dan bahkan berpotensi tidak mampu mengembalikan dana nasabah.
2.    Bank harus bisa memberikan kenyamanan dalam pelayanan
3.    Bank harus bisa memberikan jaminan keamanan pada nasabah

B.    Bank Sebagai Pengelola Risiko
Risiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, tanpa adanya keberanian untuk mengambil risiko maka tidak akan pernah ada bank, dalam artian bahwa bank muncul karena keberanian untuk berisiko dan bahkan bank mampu bertahan karena berani mengambil risiko. Namun jika risiko tersebut tidak dikelola dengan baik, bank dapat mengalami kegagalan bahkan pada akhirnya mengalami kebangkrutan. Oleh karena itu, manajemen risiko diperlukan untuk:
    Mendukung pencapaian tujuan
    Memungkinkan untuk melakukan aktivitas yang memberikan peluang untuk melakukan aktivitas yang memberikan peluang yang jauh lebih tinggi dengan risiko yang lebih tinggi. Risiko yang lebih tinggi diambil dengan dukungan sikap dan solusi yang sesuai terhadap risiko
    Mengurangi kemungkinan kesalahan fatal
    Menyadari bahwa risiko dapat terjadi pada setiap aktivitas dan tingkatan dalam organisasi sehingga setiap individu harus mengambil dan mengelola risiko masing-masing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya.

Dalam beraktivitas, yang namanya risiko pasti terjadi dan sulit untuk dihindari sehingga bagi sebuah lembaga bisnis seperti misalnya perbankan sangat penting untuk memikirkan bagaimana mengelola atau me-manage risiko tersebut. Pada dasarnya risiko itu sendiri dapat di kelola dengan empat cara, yaitu:

1.    Memperkecil risiko
Keputusan untuk memperkecil risiko adalah dengan cara tidak memperbesar setiap keputusan yang mengandung risiko tinggi tapi membatasinya bahkan meminimalisasinya agar risiko tersebut tidak bertambah besar di luar dari kontrol pihak manajemen perusahaan perbankan.
2.    Mengalihkan risiko
Keputusan mengalihkan risko adalah dengan cara risiko yang kita terima tersebut kita alihkan ke tempat lain sebagian, seperti dengan keputusan mengasuransikan bisnis guna menghindari terjadinya risiko yang sifatnya tidak diketahui kapan waktunya.
3.    Mengontrol risiko
Keputusan mengontrol risiko adalah dengan cara melakukan kebijakan antisipasi terhadap timbulnya risiko sebelum risiko itu terjadi. Kebijakan seperti ini biasanya dilakukan dengan memasang alat pengaman atau pihak penjaga keamanan pada tempat-tempat yang dianggap vital.
4.    Pendanaan risiko
Keputusan pendanaan risiko adalah menyangkut penyediaan sejumlah dana sebagai cadangan guna mengantisipasi timbulnya risiko di kemudian hari seperti perubahan nilai tukar dolar terhdap mata uang domestik di pasaran. Maka kebijakan sebuah perbankan adalah harus memiliki cadangan dalam bentuk mata uang dolar sehingga sejumlah perikraan akan terjadi kenaikan atau perubahan tersebut.

C.    Bank Sebagai Bisnis Kepercayaan dan Pengelola Risiko
Pada dasarnya bisnis yang dilakukan oleh bank islam adalah bisnis kepercayaan. Sebagai lembaga yang mengelola dana masyarakat, bank harus bisa mengelola risiko yang dihadapinya dengan baik. Bank perlu menerapkan strategi manajemen risiko yang andal dalam menghadapi seluruh risiko agar tidak mengalami kegagalan.
Apabila sebuah bank mengalami kegagalan, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh karyawan, nasabah dan pemegang saham bank tersebut namun juga dapat berdampak ke perekonomian secara umum dalam skala nasional maupun internasional. Efek ini muncul ketika dampak kerugian yang dialami bank tersebut sangatlah besar dan tidak mampu ditutupi oleh modal yang ada. Entah karena gagal bayarnya debitur utama, kalahnya bank dalam kasus hukum di pengadilan, atau akibat kejadian katastrofe, seperti tsunami, gunung meletus, dan sebagainya. Pada saat bersamaan, Investor pun gagal dalam upaya menyuntikan dana ke bank.
Bagi investor, dalam kasus yang lebih ringan, kegagalan mengelola risiko dapat menurunkan reputasi bank dan anjloknya nilai investasi akibat jatuhnya harga saham di brusa saham. Meskipun bank tidak sampai mengalami kebangkrutan, dampak lainnya yang dihadapi investor adalah turunnya pendapatan dividen akibat turunnya keuntungan yang diperoleh bank. Ketika bank mengalami kerugian, modal yang ditanamkan akan tergerus untuk menutupi labilitas bank. Bahkan, jika bank terus menerus mengalami kerugian, sangat memungkinkan hilangnya keseluruhan investasi yang telah ditanamkan pada bank. Ketika bank gagal dalam mengelola risiko dan menyebabkan  nilai CAR-nya anjlok, BI mengharuskan investor untuk menambah modal, dapat menyebabkan bank dilikuidasi dan diambil alih pemerintah. Pada saat krisis perbankan pada 1997-1998, banyak bank yang ditutup atau dilikuidasi akibat investor tidak mau atau tidak mampu lagi menyetor tambahan modal ke bank untuk menutupi kerugian.
Misalkan bank yang gagal tersebut adalah bank A. Dimana bank A meminjam sejumlah dana kepada bank B yang nilai pinjamannya mencapai 50% total portofolio pembiayaan bank B. Demikian juga dengan bank B, dia juga meminjam dana ke bank C sebesar 60% total portofolio pembiayaan bank C. Ternyata, bank C juga meminjam dana ke bank A sebesar 40% total portofolio pembiayaan bank A. Kondisi ini menciptakan terjadinya hubungan interdependensi antarbank dalam suatu sistem perbankan. Dampaknya, ketika bank A mengalami kegagalan, maka seluruh bank  dalam sistem perbankan tersebut, yakni bank B dan C, juga akan mengalami kegagalan. Efek domino inilah yang sering kali menjadi pemicu terjadinya risiko sistematis. Menyeret pada krisis perbankan atau keuangan dan berujung pada terjadinya krisis ekonomi di negara yang bersangkutan. Jika interaksi antarbank melibatkan bank di negara lain, efek domino ini juga akan dirasakan di negara lain tersebut. Seperti krisis Asia pada 1997, bermula dari jatuhnya mata uang Bath Thailand dan merembet ke negara Asia lainnya.
Selain risiko gagal bayar, risiko lain yang juga berdampak fatal bagi bank islam adalah risiko operasional. Rendahnya kualitas layanan, minimnya ketersediaan produk akibat bank membatasi atau menghentikan fasilitas yang semula ditawarkan, rendahnya kenyamanan pelayanan dan tidak terjaminnya keamanan dana nasabah, dapat menyebabkan nasabah memindah dananya ke bank lain. Jika kondisi ini terjadi secara kontinu, reputasi bank di mata nasabah akan rusak. Nasabah saat ini akan memilih memindahkan dananya ke bank lain dan lebih parah lagi , dapat menyebabkan nasabah potensial enggan menjadi nasabah bank. Reputasi negatif akan menurunkan atau bahkan menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada bank islam. Tanpa kepercayaan dari masyarakat, maka bank islam tidak akan mungkin bisa menjalankan fungsi intermediasinya.

D.    Kewajiban Bank Terhadap Nasabah
Risiko dalam sebuah bank tidak hanya terjadi dan ditanggung oleh pihak bank saja. Namun nasabah juga ikut mendapatkan dampak dari risiko itu.  Kewajiban bank syari’ah dan unit usaha syari’ah adalah menjelaskan kepada nasabah mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank syari’ah atau unit usaha syari’ah. Apabila informasi atau penjelasan yang akan diberikan kepada nasabah telah disediakan maka bank dianggap telah melaksanakan kewajibannya dalam hal pemberian informasi tentang kemungkinan risiko yang akan dihadapi. Pemberian informasi atas kemungkinan risiko yang akan terjadi kepada nasabah tersebut ditujukan agar tidak ada tuntutan hukum dari nasabah ketika risiko itu menimpa bank, karena sebelumnya bank telah menginformasikan hal tersebut.
Bank juga harus mengenal nasabahnya dengan baik. Pengenalan nasabah adalah prinsip yang harus diterapkan oleh perbankan yang sekurang-kurangnya mencakup kegiatan penerimaan dan identifikasi nasabah serta pemantauan kegiatan transaksi nasabah, termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Pengenalan nasabah dimaksudkan untuk menghindari ragam kejahatan yang dilakukan oleh nasabah-nasabah yang tidak bertanggung jawab dan untuk menghindari praktik pencucian uang oleh para nasabah.
Apabila bank telah memenuhi kewajibannya kepada nasabah, namun nasabah melakukan pelanggaran atau penyimpangan maka bank berhak menuntut atau memberikan sanksi kepada nasabahnya tersebut. Misalnya nasabah telah menerima fasilitas pembiayaan tapi tidak memenuhi kewajibannya, Bank Syari’ah dan unit usaha syari’ah dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun diluar pelelangan, berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1tahun. Pembelian agunan oleh bank melalui pelelangan dimaksudkan untuk membantu bank agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban nasabah atas fasilitas yang telah ia terima.
Sehubungan dengan upaya pembelian agunan oleh bank, maka harus memperhitungkan harga pembelian agunan dengan kewajiban nasabah kepada bank syari’ah dan unit usaha syari’ah yang bersangkutan. Selanjutnya apabila harga pembelian agunan tersebut melebihi jumlah kewajiban nasabah kepada bank syari’ah dan unit usaha syari’ah, maka harus dikembalikan selisih kelebihan jumlah tersebut kepada nasabah setelah dikurangi dengan biaya lelang dan biaya lain yang langsung terkait dengan proses pembelian agunan.





E.    Dampak  Risiko pada sektor bisnis perbankan

Adapun bentuk risiko yang akan dialami pada sektor bisnis ini adalah:
1.    Bagi perusahaan perbankan jika timbul permasalahn kredit macet seperti debitur tidak sanggup lagi membayar cicilan dan jaminan seperti rumah, dimana ternyata rumah agunan telah terbakar, terkena banjir besar, hancur karena gempa, dan sebagainya.
2.    Bagi perusahaan perbankan pada saat kredit telah dikucurkan ternyata beberapa bulan kemudian yang meminjam kredit ternyata telah meninggal dunia, maka dalam kesepakatan jika ada penjelasan bahwa peminjam kredit akan dihapus jika yang bersangkutan meninggal maka ini memungkinkan akan terjadi, kondisi ini perbankan juga akan mengalami kehilangan sejumlah dana dari para debitur.
3.    Terjadi rush, yaitu penarikan besar-besaran oleh masyarakat dari setiap tabungan dan deposito dan jenis lainnya yang mereka miliki karena ketidak percayaan mereka kpada perbankan tersebut.
4.    Kejahatn para “hacker”. Hacker yaitu mereka yang menerobos rahasia keuangan perbankan dan mengambil sejumlah dana di sana dengan cara memindahnya ke rekening milik pribadinya dan ini dilakukan secara online melalui internet atau internet banking.
5.    Kondisi dan situasi persaingan perbankan dalam negeri dan luar negeri yang semakin tajam
Ketika suatu bank tidak dapat mengelola risiko dengan baik, maka akan menimbulkan beberapa dampak terhadap pemegang saham, karyawan, dan nasabah, serta berdampak juga kepada perekonomian secara umum. Diantara dampak-dampak tersebut,antara lain:
a.    Dampak terhadap Pemegang Saham
Pengaruh risk loss terhadap pemegang saham antara lain:
1)    Penurunan nilai investasi, yang akan memberikan pengaruh terhadap penurunan harga dan atau penurunan keuntungan,turunnya harga saham menurunkan nilai perusahaan yang berarti turunnya kesejahteraan pemegang saham.
2)    Hilangnya peluang memperoleh dividen yang seharusnya diterima sebagai akibat dari turunnya keuntungan perusaaan
3)    Kegagalan investasi yang telah dilakukan, hingga yang paling parah adalah kebangkrutan perusahaan yang melenyapkan nilai semua modal disetor
b.    Dampak Pada Karyawan
Karyawan suatu bank dapat terpengaruh oleh peristiwa risiko (risk event) yang menimbulkan risk loss terkait dengan keterlibatan mereka. Pengaruh tersebut dapat berupa:
1)    Dikenakan sanksi indisipliner karena kelalaian yang menimbulkan kerugian;
2)    Pengurangan pendapatan seperti pengurangan bonus atau pemotongan gaji
3)    Pemutusan hubungan kerja.

c.    Dampak terhadap Nasabah
Kegagalan dalam pengelolaan risiko dapat berpengaruh terhadap nasabah. Dampak yang terjadi dapat secara langsung maupun tiak langsung dan tidak seketika dapat diidentifikasikan. Pengaruh risk event yang berlangsung secara berkelanjutan, pada gilirannya akan menimbulkan risk loss terhadap kelangsungan usaha bank itu sendiri. Konsekuensi risk loss yang berdampak terhadap nasabah bank, adalah:
1)    Merosotnya tingkat pelayanan
2)    Berkurangnya jenis dan kualitas produk yang ditawarkan
3)    Krisis likuiditas sehingga menyulitkan dalam pencairan dana
4)    Perubahan peraturan.

d.    Dampak terhadap Perekonomian
Sebagai institusi yang mengelola uang sebagai aktivitas utamanya, bank memiliki risiko yang melekat (inherent) secara sistematis. Risk loss yang terjadi pada suatu bank akan menimbulkan dampak tidak hanya terhadap bank yang bersangkutan, tetapi juga akan berdampak terhadap nasabah dan perekonomian secara keseluruhan. Dampak yang ditimbulkan tersebut dinamakan risiko sistemik (systemic risk).
Risiko sistematik secara spesifik adalah risiko kegagalan bank yang dapat merusak perekonomian secara keseluruhan dan secara langsung berdampak kepada karyawan, nasabah, dan pemegang saham.

F.    Teknik Pengelolaan Risiko
Ada beberapa teknik dalam pengelolaan risiko, antara lain:
•    Hindari (avoidance) : keputusan yang diambil adalah tidak melakukan aktivitas yang dimaksud. Misalnya sebuah bank mendapat tawaran untuk melakukan bisnis pencucian uang (money laundering) dari kegiatan terorisme yang menjajikan keuntungan dari penempatan dalam jumlah besar dengan bunga yang sangat rendah. Risiko aktivitas tersebut adalah ancaman penutupan bank serta ancaman pidana terhadap pelakunya. Maka, bank memutus untuk tidan melakukan aktivitas tersebut.
•    Alihkan (Transfer) : membagi risiko dengan pihak lain. Konsekuensinya terdapat biaya yang harus dikeluarkan atau berbagi keuntungan yang diperoleh. Misalnya untuk pembiayaan proyek yang sangat besar, sebuah bank melakukan skema pinjaman sindikasi. Sindikasi adalah bentuk berbagi bisnis, risiko, dan hasil yang lazim dilakukan bank. Pengalihan risiko juga termasuk penggunaan lembaga asuransi sebagai penanggung kerugian dengan membayar premi. Selain itu, penggunaan sumber daya di luar organisasi (outsourcing)juga termasuk kedalam pengalihan risiko.
•    Mitigasi Risiko (Mitigate Risk) : menerima risiko pada tingkat tertentu dengan melakukan tindakan untuk mitigasi risiko melalui peningkatan kontrol, kualitas proses, serta aturan yang jelas terhadap pelaksanaan aktivits risikonya. Misalnya, pengikatan pinjaman dan agunan pada bank. Pengikat sangat rentan untuk terjadi masalah. Akibatnya adalah bank tidak dapar atau berada pada posisi hukum yang lemah dalam penyelesaian pinjaman atau eksekusi agunan. Bank perlu menerapkan sistem dan prosedur yang jelas tentang pengikat serta aspek-aspek pendukungnya. Selanjutnya ditetapkan secara tegas mengenai sanksi yang dapat dikenakan kepada individu-individu yang melakukan penyimpangan prosedur.
•    Menahan Risiko Residual (Retention of Residual Risk) : menerima risiko yang mungkin timbul dari aktivitas yang di lakukan. Kesediaan menerima risiko dikaitkan dengan ketersediaan penyangga jika kerugian atas risiko yang terjadi. Peran inilah yang ditekankan dalam membahas manajemen risiko perbankan. Perbankan harus mengambil berbagai macam risiko dalam menjalankan aktivitasnya. Risiko yang dimaksud tidak dapat dihindari, dialihkan, dan dimitigasi.akibatnya, risiko tersebut harus ditanggung sejalan dengan pelaksanaan aktivitas. Misalnya bank menerima transaksi pembelian valuta asing dari nasabah secara forward tiga bulan kedepan. Untuk mitigasi risiko, bank melakukan forward ulang kepada bank lain dan mengharuskan nasabah untuk menyerahkan setoran jaminan.



BAB II
PENUTUP

Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, bank merupakan sebuah bisnis yang harus bisa memberikan kepercayaan terhadap nasabah. Dengan cara memberikan keyakinan kepada nasabah bahwa dana yang ia titipkan dapat dikelola dengan baik oleh bank, memberikan jaminan keamanan kepada nasabah dan memberikan pelayanan yang nyaman kepada nasabah. Nama baik sebuah bank dapat ditentukan dengan banyaknya nasabah yang mempercayakan dananya di bank tersebut.
Selain itu, bank juga harus dapat mengelola risiko dengan baik. Dengan cara memperkecil risiko, mengalihkan risiko, dan mengontrol risiko. Sebagai penghubung risiko, bank harus memperhatikan apa-apa yang akan terjadi dimasa mendatang. Dengan memperhatikan risiko yang akan terjadi bank lebih mudah dalam mengelola risiko yang terjadi, karena suatu risiko tidak dapat dihindari melainkan dapat dikelola.

fiskal dan moneter : uang

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Uang mempanyai peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan hidup,dan mengingat bahwa kebutuhan manusia yang tidak terbatas namun alat pemenuhan kebutuhan manusia itu terbatas.
Uang merupakan alat pembayaran yang berlaku sekarang untuk semua transaksi jual-beli baik secara langsung maupun tidak langsung. Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah dari pada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.
Oleh karena itu, uang sering kali disebut dengan alat pembayaran. Namun, tak semua orang mengerti tentang uang. Banyak orang menganggap uang adalah secarik kertas atau kepingan logam yang berharga. Namun, sebenarnya bukanlah kertas ataupun kepingan logam itu yang berharga, melainkan nilai yang dimiliki oleh uang tersebut. Bahkan, uang tidak hanya berupa kertas maupun logam tetapi ada pula uang dalam bentuk-bentuk lainnya.
Makalah ini ditulis agar para pembaca dapat mengenal uang bukan hanya dari sisi manfaat dan kegunaannya untuk memenuhi kebutuhan manusia saja, namun juga mengetahui pengertian, ciri-ciri, jenis, fungsi, peranan dan klasifikasi uang.

B.     Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan uang?
2.    Apa yang termasuk dalam ciri-ciri uang?
3.    Apa yang termasuk dalam fungsi uang?
4.    Apa saja jenis dari uang?
5.    Bagaimana peranan dari uang?
6.    Apa saja jenis mata uang?
7.    Apa saja klasifikasi dari uang?
8.    Apa alasan orang memegang uang?

C.    Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian dari uang
2.    Untuk mengetahui ciri-ciri dari uang
3.    Untuk mengetahui fungsi dari uang
4.    Untuk mengetahui jenis-jenis uang
5.    Untuk mengetahui peranan uang
6.    Untuk mengetahui jenis mata uang
7.    Untuk mengetahui klasifikasi uang
8.    Untuk mengetahui  alsan orang memegang uang


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Uang
Uang didefinisikan sebagai benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantaraan untuk mengadakan tukar menukar/perdagangan.
Dalam litelatur lain, uang adalah segala sesuatu yang dapat diterima oleh masyarakat umum sebagai alat tukar atau bayar didalam lalu lintas perekonomian khususnya perdagangan.
Uang juga dapat diartikan barang yang memenuhi setiap fungsi. Dengan demikian penentuan bahwa suatu barang adalah uang tergantung pada penggunaan sebagai alat tukar, unit penghitung, penyimpan nilai dan sebagai standar pembayaran yang tertangguhkan.
Uang adalah sesuatu yang diterima sebagai alat pembayaran dan penyelesaian hutang.
Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa uang adalah benda yang telah disetujui oleh masyarakat untuk digunakan sebagai alat tukar menukar,unit hitung,penyimpan nilai dan standar pembayaran yang sah yang digunakan dalam lalulintas perekonomian.

B.    Ciri-ciri Uang
Ciri-ciri utama uang antara lain:
1.    Dapat diterima umum
2.    Memiliki nilai tertentu dan stabil nilainya
3.    Tidak mudah rusak atau awet/tahan lama
4.    Mudah dibawa
5.    Tidak mudah ditiru
6.    Dapat dibagi kedalam satuan ukur yang kecil dan pembagian atasnya tidak merusak nilainya itu sendiri.
7.    Jumlahnya terbatas (tidak berlebihan)
8.    Bendanya mempunyai mutu yang sama.

C.    Fungsi Uang
Ada dua fungsi uang, yaitu sebagai fungsi dasar dan fungsi tambahan. 
•    Fungsi dasar dari uang meliputi:
    Uang sebagai alat perantara untuk tukar menukar
Dengan adanya uang, kegiatan tukar menukar akan jauh lebih mudah dijalankan kalau dibandingkan dengan di dalam kegiatan perdagangan serta barter. Seseorang yang ingin memperoleh berbagai jenis barang untuk memenuhi kebutuhannya, akan dapat dengan mudah memperolehnya apabila ia memiliki uang yang cukup untuk membeli kebutuhan tersebut.
Dengan adanya uang seseorang yang menginginkan suatu barang  tidak perlu susah payah mencari seseorang yang memiliki barang tersebut, seperti tukar menukar secara barter. Adanya uangtelah melancarkan jalannya kegiatan perdagangan.

    Uang sebagai alat penyimpan nilai
Penggunaan uang memungkinkan kekayaan seseorang disimpan dalam bentuk uang. Apabila harga-harga barang stabil, menyimpan kekayaan dalam bentuk uang lebih menguntungkan dari menyimpannya dalam bentuk barang  karena uang dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang.

    Uang sebagai satuan hitung (unit of account)
 karena uang dapat digunakan untuk menunjukan nilai berbagai macam barang/jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa (alat penunjuk harga). Untuk menyatakan berat suatu barang, kita menggunakan satuan gram, satuan menit untuk menyatakan waktu, dn untuk menyatakan nilai suatu barang / jasa di gunakan satuan uang. Misalnya, nilai sebuah  buku tulis seharga Rp.1500. penggunaan satuan uang dalam meyatakan nilai suatu barang dan jasa labih praktis dan mudah. Lain halnya jika nilai suatu barang dinyatakan dengan barag lain. Misalnya, nilai dari sebuah buku tulis samam dengan nilai seekor ayam kecil. Pernyataan ini sulit untuk disampaikan secara tepat kepada orang lain sehingga tidak mudah dilakukan dalam tukar menukar.

•    Fungsi tambahan dari uang meliputi:
    Uang sebagai ukuran bayaran tertunda/alat ukur hutang
    Penggunaan uang sebagai alat perantara dalam tukar menukar dapat mendorong perkembangan perdagangan yang bersifat  sebagai perantara karena penjual akan lebih merasa yakin bahwa pembayaran yang ditunda itu adalah sesuai dengan yang diharapkannya. Dengan perkataan lain, mutu benda yang akan diperolehnya di masa yang akan datang sebagai penjualannya, yaitu uang akan sesuai dengan yang diharapkannya pada waktu menjual barangnya.

    Uang sebagai satuan nilai
     Yang dimaksudkan dengan satuan nilai adalah satuan ukuran yang menentukan besarnya nilai dari berbagai jenis barang. Dengan adanya uang, nilai suatu barang dapat dengan mudah dinyatakan, yaitu dengan menunjukan jumlah uang yang diperlukan untuk memperoleh barang tersebut.
    Uang sebagai alat penyimpan kekayaan
Artinya bahwa dengan uang orang dapat menyimpan harta kekayaan. Misalnya seseorang memiliki harta kekayaan berupa 100 ekor sapi. Jika ia ingin menyimpan kekayaan, ia tidak perlu menyimpan sapinya yang memerlukan banyak tempat dan menghadapi banyak resiko. Akan tetapi, ia bisa menyimpan dalam bentuk uang dengan lebih dahulu menjual sapi-sapinya.
    Uang sebagai alat pembentuk dan pemindah kekayaan
Artinya bahwa dengan uang orang dapat membentuk kekayaan dengan cara membeli tanah, rumah, mobil, ternak, atau perhiasan. Dengan uang, orang dapat memindahkan kekayaannya dari satu tempat ke tempat lain dengan cara menjual kekayaannya itu, kemudian dibelikan lagi di tempat lain.
D.    Jenis Uang
Uang yang beredar dalam masyarakat dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu uang kartal (sering pula disebut sebagai common money) dan uang giral. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual-beli sehari-hari.
Sedangkan yang dimaksud dengan uang giral adalah uang yang dimiliki masyarakat dalam bentuk simpanan (deposito) yang dapat ditarik sesuai kebutuhan. Uang ini hanya beredar di kalangan tertentu saja, sehingga masyarakat mempunyai hak untuk menolak jika ia tidak mau barang atau jasa yang diberikannya dibayar dengan uang ini. Untuk menarik uang giral, orang menggunakan cek.


•    Menurut bahan pembuatannya
Uang menurut bahan pembuatannya terbagi menjadi dua, yaitu uang logam dan uang kertas.
    Uang logam
Uang logam adalah uang yang terbuat dari logam; biasanya dari emas atau perak karena kedua logam itu memiliki nilai yang cenderung tinggi dan stabil, bentuknya mudah dikenali, sifatnya yang tidak mudah hancur, tahan lama, dan dapat dibagi menjadi satuan yang lebih kecil tanpa mengurangi nilai. Uang logam memiliki tiga macam nilai:
1.    Nilai intrinsik, yaitu nilai bahan untuk membuat mata uang, misalnya berapa nilai emas dan perak yang digunakan untuk mata uang.
2.    Nilai nominal, yaitu nilai yang tercantum pada mata uang atau cap harga yang tertera pada mata uang. Misalnya seratus rupiah (Rp. 100,00), atau lima ratus rupiah (Rp. 500,00).
3.    Nilai tukar, nilai tukar adalah kemampuan uang untuk dapat ditukarkan dengan suatu barang (daya beli uang). Misalnya uang Rp. 500,00 hanya dapat ditukarkan dengan sebuah permen, sedangkan Rp. 10.000,00 dapat ditukarkan dengan semangkuk bakso).
Ketika pertama kali digunakan, uang emas dan uang perak dinilai berdasarkan nilai intrinsiknya, yaitu kadar dan berat logam yang terkandung di dalamnya; semakin besar kandungan emas atau perak di dalamnya, semakin tinggi nilainya. Tapi saat ini, uang logam tidak dinilai dari berat emasnya, namun dari nilai nominalnya. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum atau tertulis di mata uang tersebut.
    Uang kertas
Sementara itu, yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar dan cap tertentu dan merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut penjelasan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai kertas).
•    Berdasarkan bentuknya
Berdasarkan bentuknya uang dibagi menjadi 2, antara lain:
    Uang Kartal
Uang kartal adalah segala sesuatu yang di pakai atau di jadikan sebagai alat pembayaran yang sah, atau sebagai alat pelunasan hutang dan pajak. Nama kartal berasal dari charta. Charta berarti suatu pengesahan pemerintah atas pengeluaran alat-alat itu sebagai uang. Yang tercakup sebagai uang chartal adalah :
a.    Mata uang standar
b.    Mata uang tanda
c.    Mata uang pecahan

    Uang giral
Dalam buku-buku moneter, uang giral sering juga disebut bank money atau deposit money. Harus di ingat bahwa bank money itu bukanlah uang kertas bank akan tetapi uang giral, karena uang kertas bank itu tercakup dalam uang chartal.
Melalui uang giral dengan mudah dapat dituliskan sejumlah tertentu uang yang diperlukan dalam menyelesaikan berbagai transaksi oleh pembeli yang kemudian penjual dapat menukarkannya ke bank dengan uang kartal atau pula dimasukkan ke rekeningnya.
Penggunaan uang giral ini tergantung pada tinggi rendahnya tingkat perekonomian suatu negara, besar kecilnya kepercayaan masyarakat terhadap jasa perbankan, dll. Semakin maju perekonomian suatu negara, yang berarti tingkat monetisasinya tinggi, maka semakin sering atau semakin banyak digunakan uang giral dan sebaliknya. Demikian pula semakin tinggi kepercayaan masyarakat kepada bank berarti semakin besar penggunaan uang giral di dalam menyelesaikan transaksi.

E.     Peranan Uang
Dalam masyarakat yang masih primitif belum terdapat pembagian kerja, sedangkan pada tingkat yang lebih maju di mana dalam masyarakat sudah dilakukan tukar menukar, telah mulai tampak adanya spesialisasi pekerjaan, tidak seluruh kebutuhan harus diproduksikan oleh masing-masing individu dalam masyarakat, sebagaimana pada masyarakat yang primitif. Dengan adanya uang telah memungkinkan terlaksananya pembagian kerja yang lebih sempurna seperti yang kita temui sekarang ini. 
Dalam masyarakat yang sudah biasa mempergunakan uang sebagai alat penukar, hampir tidak ada lagi seseorang yang menghasilkan sesuatu barangdari proses produksi yang pertama hingga menjadi barang jadi. Tiap tahap proses produksi yang tertentu dikerjakan oleh orang atau bagian yang khusus sehingga pembagian kerja akan mempermudah pekerjaan dan melipat gandakan hasil produksi. Tanpa adanya uang yang berfungsi sebagai alat penukar, kiranya tidaklah mungkin pembagian kerja dapat berjalan seperti sekarang ini. Dengan demikian uang telah mengambil peranan yang amat penting dalam proses terciptanya spesialisasi yang sangat jauh.
Pada dasarnya, dengan demikian, uang mempunyai peranan penting di dalam perekonomian, terutama
    Dalam produksi
    Dalam pertukaran dan konsumsi
    Pada masyarakat
Dengan semakin terciptanya spesialisasi yang jauh, hasil produksi semakin berlipat ganda jika dibandingkan dengan keadaan dimana orang-orang masih melakukan pekerjaqn yang beraneka ragam. Dengan demikian uang bukan saja yelah memungkinkan terciptanya spesialisasi, tapi juga memberikan peranannya terhadap arah produksi dan arah konsumsi serta aktivitas ekonomi.
Apabila harga sesutu barang yang meningkat, baik karena turunnya nilai uang maupun karena sebab yang lain, konsumen akan merubah arah permintaannya terhadap barang-barang atau jasa yang masih dalam kesanggupantenaga belinya. Produsen akan mengurangi jumlah yang diproduksi apabila permintaan menurun (karena adanya kenaikan harga), dan sebaliknya. Dengan demikian, arah produksi dan konsumsi.
Dalam perekonomian di mana uang belum memegang peranan penting, arah produksi dan konsumsi pada umumnyatidak mengalami perubahan-perubahan yang besar untuk jangka waktu agak lama. Adanya kenaikan harga barang-barang, atau inflasi, yang pada umumnya merugikan masyarakat, timbul karena digunakannya uang dalam masyarakat.
 Gelombang naik turunnya harga barang-barang. Tidak begitu besar apabila perekonomian masih pada tingkat perekonomian tukar-menukar, yakni perekonomian yang belum mempergunakan uang dalam lalu-lintas pertukaran. Hanya dalam perekonomian yang telah menggunakan uang masalah inflasi atau deflasi tiombul.

F.    Mata Uang
Mula-mula logam mulia dipergunakan dalam proses pertukaran dengan bentuk batangan-batangan, dan nilainya dinytakan menurut kesatuan timbangan dari logam itu. Pada tiap pertukaran nilainya harus selalu di tetapkan kadarnya, sehingga hal tersebut menimbulkan kesukaran. Oleh karna itu, dibuatkan bentuk mata uang tertentu dengan berat dan kadar yang di jamin oleh pemerintah; disertakan pula cap atau stempel pada bentuk mata uang itu. Yang di maksudkan dengan mata uang adalah kesatuan-kesatuan logam yang mempunyai bentuk dan tanda tertentu, yang di berikan oleh atau atas nama pembesar atau pemerintah yang sah. 
Mata uang dapat dibedakan ke dalam:
1.    Mata uang standar
Ciri-ciri mata uang standar antara lain:
    Mata uang itu dibuat dari logam standar.
    Dapat di buat dengan leluasa atau bebas oleh setiap orang.
    Mata uang ini menjadi alat pembayaran yang sah sehingga sejumlah uang yang tidak terbatas.

2.    Mata uang tanda
Ciri-ciri mata uang tanda antara lain adalah:
    Mata uang tanda ini tidak terbuat dari logam standar.
    Mata uang tanda ini tidak dapat di buat dengan leluasa atau dengan bebas.
    Mata uang tanda menjadi tanda pembayaran yang sah sampai jumlah yang tidak terbatas.
Perlu diterangkan, bahwa dalam hubungan ini tidak dapat dinyatakan bahwa negara mempergunaka dua standar karena mata uang tanda tidak dapat dibuatdengan leluasa oleh setiap orang. Akan tetapi oleh karena keduanya merupakan alat-alat pembayaran yang sah  untuk jumlah-jumlah yang tidak terbatas maka standar ini dinamakan standar pincang.

3.    Mata uang pecahan
Ciri-ciri mata uang pecahan antara lain adalah:
    Mata uang pecahan ini tidak terbuat dari logam standar.
    Mata uang pecahan ini tidak boleh di buat dengan leluasa atau dengan bebas.
    Mata uang pecahan tidak menjadi alat pembayaran yang sah sehinga jumlah yang tidak terbatas.

G.    Klasifikasi uang
Uang dapat di klasifikasikan atas beberapa dasar yang berbeda- beda, seperti misalnya :
1.    Sifat fisik dan bahan yang di pakai untuk membuat uang
2.    Yang mengeluarkan/mengnedarkan, yakni pemerintah, bank sentral, atau bank komersial.
3.    Hubungan atara nilai uang sebagai uang dengan nilai uang sebagai barang
Sudut pendekatan sejarah perkembanganya, maka uang itu dapat digolongkan ke dalam: 
a.    Full bodied money
Full bodied money adalah uang yang mempunyai nilai penuh, yaitu uang yang nilainya sebagai barang untuk kebutuhan sehari-hari sama besar dengan nilainya sebagai uang.
Jenis uang full bodied money ini berupa emas dan perak (keduanya merukan standar logam). Biasanya full bodied money ini dikeluarkan oleh pemerintah. Ada dua hal yang perlu penjelasan lebih lanjut sehubungan sering terjadi kesalah pahaman, yakni:
1)    Dikatakan diatas bahwa full bodied money itu adalah uang yang nilainya sebagai barang sama dengan nilainya sebagai uang. Ini tidak berarti bahwa nilainya sebagai uang itu tetap ( konstan), jika harga dari satu unit emas dinyatakan tetap dalam mata uang, maka tenaga beli (purcasing power) akan berbanding terbalik dengan harga barang lain. Tenaga beli uang emas ini akan turun separuh, apabila harga barang lain naik dua kali. Jadi meskipun harga sebagai emas tetap, tenaga belinya dapat berubah-ubah.
2)    Tidak selalu benar bahwa nilai uang ( dalam arti tenaga belinya terhadap barang lain) ditentukan oleh jumlah (stock) barang (emas atau perak) yang dipergunakan untuk membuat uang tersebut serta permintaan untuk penggunaan barang tersebut sebagai non-uang. Namun sebenarnya nilai uang ini ( tenaga beli ) ditentukan oleh jumlah (stock) barang tersebut serta permintaan total (untuk penggunaan barang tersebut sebagai non-uang dan uang) dan biasanya permintaan barang tersebut untuk digunakan sebagai uang merupakan bagian terbesar dari permintaan total tersebut.
Dengan katta lain, nilai nominal=nilai intrinsik. Jika uang tersebut terbuat dari emas maka nilai uang itu sama dengan nilai emas yang dikandungnya.

b.    Representative full bodied money
Representatif full bodied money adalah uang yang mewakili full bodied money, yaitu uang yang nilai nominalnya lebih besar dari nilai intrinsiknya.
Biasanya uang jenis ini terbuat dari kertas, dengan demikian nilainya sebagai barang tidak ada. Sebenarnya uang jenis ini hanya mewakili (represent) dari sejumlah barang atau logam dimana nilai logam sebagai barang sama dengan nilainya sebagai uang.  Misalnya surat emas (gold certificate) yamg beredar di AS sebelum ditarik pada tahun 1933, yang mewakili sejumlah emas tertentu yang dipegang atau disimpan oleh kantor bendahara sebagai jamanan sertifikat tersebut.

c.    Credit money
Persamaan antara credit money dengan Representative full bodied money ialah kedua bentuk uang itu mempunyai nilai nominal lebih besar daripada nilai intrinsiknya. Perbedaan antara credit money dengan Representative full bodied money ialah bahwa credit money tidak mewakili full bodied money, sedangkan Representative full bodied money mewakilinya. Misalnya, penguasa ingin menciptakan uang dolar, masing-masing unit terdiri dari ½ gram perak, dan membeli perak dengan harga 1 dolar per gramnya. Dalam hal ini penguasa moneter memperoleh keuntungan, karena membeli perak per gramnya seharga 1 dolar, yang kemudian di jadikan uang dengan nilai 2 dolar.
1)    Credit money issued by government terdiri atas:
a)    Uang tanda ( token coin ) misalnya uang pecahan.
Jenis uang ini berbentuk logam dengan nilai nominal (sebagai uang) lebih tinggi daripada nilai sebagai barang. Nilai nominal biasanya kecil,  sebab uang jenis ini sering di gunakan untuk perhitungan uang’ kembali’ yang biasanya merupakan pecahan kecil. Misalnya sebelum tahun 1960an harga perak relatif rendah sehingga sebagai token coin masih terjamin karena nilai nominalnya lebih tinggi dari pada nilai intrinstik. Namun semenjak tahun 1960an penggunaan perak menjadi lebih banyak sehingga harga perak naik. Akibatnya banyak uang perak dilebur menjadi batangan perak.

b)    Uang kertas yang mewakili uang tanda tersebut di atas ( representative token coin) bedanya dengan full bodyyed money adalah bahwa representatif token money dijamin dengan logam atau coin yang nilainya sebagai barang lebih rendah dari nilai nominal. Contohnya adalah sertifikat perak yang dikeluarkan di Amerika serikat tahun 1978-1967.

c)    Promesiory Note ialah uang kertas biasa yang di cetak oleh pemerintah. Di Indonesia uang yang di cetak oleh pemerintah itu nilainya di bawah lima rupiah. Biasanya berbentuk uang kertas dan biasanya di sebut fiat money. Kepercayaan masyarakat merupakan dasar penerimaan kertas tersebut sebagai uang namun masyarakat sering mengemukakan keberatanya lantaran pemerintah dapat mencetak uang ini guna membiayai defisit anggaran belanjanya terutama pada masa perang

2)    Credit Money Issued by Bank:
a)    Central Bank Note ialah uang kertas yang dikeluarkan oleh Bank Sentral. Di Indonesia, Bank Indonesia merupakan Bank Sentral yang merangkap pula menjadi bank sirkulasi. Semua bank-bank lainnya di dalam negara itu harus berhubungan dengan Bank Sentral.
b)    Demand deposit ialah uang giral, yaitu uang yang dapat diciptakan oleh tiap-tiap bank commercial dan tidak dapat diraba (invisible) sifatnya.bagian terbesar dari uang jumlah uang yang beredar merupakan uang giral. Makin maju suatu uang perekonomian biasanya proporsi uang giral makin besar. Uang giral ini merupakan yang dapat di ambil setiap saat yang dapat di pindahkan kepada orang lain untuk melakukan pembayaran. Uang giral ini lebih praktis sebagai alat pembayaran karena : 
•    Kalau hilang dapat dilacak kembali sehingga yang menemukan tidak bisa menguangkan.
•    Dapat di pindah tangankan tanpa ongkos atau biaya yang tinggi dan dapat di lakukan dengan cepat
•    Tidak di perlukan adanya uang kembali sebab cek dapat di tulis sesuai dengan nilai transaksi. 

H.    Alasan orang memegang uang
    Motif Transaksi
Menurut J.M. Keynes Permintaan uang untuk bertransaksi mengacu kepada penggunaan uang untuk transaksi sehari-hari dalam pemenuhan kebutuhan seperti pembelian bahan baku, pembayaran upah dan pembayaran listrik.
    Motif berjaga-jaga
Permintaan uang untuk ditujukan kepada pemenuhan kebutuhan darurat yang tidak dapat diperhitungkan sebelumnya, penambahan uang untuk membayar kenaikan harga yang mendadak.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
    Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
Uang adalah suatu benda yang diterima secara umum sebagai alat perantara untuk mempermudah tukar menukar dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Ciri-ciri utama uang antara lain: dapat diterima umum, memiliki nilai tertentu dan stabil nilainya, tidak mudah rusak atau awet/tahan lama, mudah dibawa.
    Fungsi dari uang diantaranya:
    Uang sebagai alat tukar/bayar
    Uang sebagai alat penyimpan nilai
    Uang sebagai satuan hitung atau sebagai alat pengukur nilai
    Uang sebagai alat pengukur hutang atau pembayaran diwaktu yang akan datang
    Uang sebagai penyimpan kekayaan
Yang termasuk dalam jenis uang antara lain:
    Menurut bahan pembuatannya:
•    Uang logam
•    Uang kertas
    Berdasarkan bentuknya:
•    Uang kartal
•    Uang giral
Uang dapat di klasifikasikan atas beberapa dasar yang berbeda- beda, seperti misalnya :
1.    Sifat fisik dan bahan yang di pakai untuk membuat uang
2.    Yang mengeluarkan/mengnedarkan, yakni pemerintah, bank sentral, atau bank komersial.
3.    Hubungan atara nilai uang sebagai uang dengan nilai uang sebagai barang

analisis biaya volume laba

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Analisis biaya volume laba (cost volume profit analysis – CVP analysis) merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Karena analisis biaya volume laba (CVP) menekankan keterkaitan antara biaya, kuantitas yang terjual, dan harga, semua informasi keuangan perusahaan terkandung di dalamnya. Analisis CVP dapat menjadi suatu alat yang bermanfaat untuk mengidentifikasi cakupan dan besarnya kesulitan ekonomi yang dihadapi suatu divisi dan membantu mencari pemecahannya.
Tujuan dari suatu perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang maksimal agar kelangsungan hidup perusahaan terus berjalan dari waktu ke waktu. Besar kecilnya laba perusahaan akan menjadi ukuran sukses tidaknya manajemen dalam mengelola perusahaan. Sedang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba adalah harga jual, biaya dan volume penjualan.
Dengan harga jual, volume yang dijual, serta pengklasifikasian biaya, maka analisis Cost-Volume-Profit dapat dilaksanakan dengan menggunakan elemen-elemen analisis. Elemen tersebut antara lain analisis peramalan penjualan yang terdiri atas peramalan kuantitas penjualan dan harga jual, dasar-dasar analisis cost-volume-profit yaitu analisis contribution margin, analisis operating leverage analisis break even point, dan analisis margin of safety serta analisis cost-volume-profit dalam pemanfaatannya dalam perencanaan yaitu analisis target laba dan analisis sensivitas. Selanjutnya, makalah ini akan membahas mengenai analisis biaya volume laba.

B.    Rumusan masalah
1.    Apa arti penting analisis biaya volume laba ?
2.    Apa saja asumsi-asumsi yang mendasari analisis biaya volume laba?
3.    Apa dasar analisis biaya-volume dan laba?
4.    Bagaiman analisis dari titik impas (break-even point analysis)?
5.    Bagaimana pemanfaatan analisis cost-volume profit untuk perencanaan?
6.    Apa maksud dari dengan marjin keamanan?
7.    Apa maksud dari pemilihan struktur biaya?
C.    Tujuan
1.    Untuk mengetahui arti penting analisis biaya volume laba
2.    Untuk mengetahui asumsi-asumsi yang mendasari analisis biaya volume laba
3.    Untuk mengetahui dasar analisis biaya-volume dan laba
4.    Untuk mengetahui analisis titik impas (break-even point analysis)
5.    Untuk mengetahui pemanfaatan analisis cost-volume profit untuk perencanaan
6.    Untuk mengetahui maksud dari marjin keamanan
7.    Untuk mengetahui maksud dari pemilihan struktur biaya

    BAB II
PEMBAHASAN

A.    Arti Penting Analisis Biaya Volume Laba
Dalam mengambil keputusan-keputusan bisnis, manajemen menaruh perhatian besar pada peluang-peluang laba dari serangkaian alternative tindakan yang dihadapinya. menyangkut alternatif tindakan yang melibatkan perubahan tingkat kegiatan usaha, laba tidaklah selalu berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan usaha. Hal ini diakibatkan oleh pola perilaku biaya. Konsekuensinya kalangan manajer perlu menyadari bahwa evaluasi-evaluasi yang lebih cermat dapat dilakukan terhadap peluang-peluang laba dengan cara mempelajari hubungan-hubungan di antara biaya, volume penjualan, dan laba. Kajian-kajian terhadap faktor –faktor tersebut seyogyanya akan membuahkan keputusan-keputusan yang lebih sehat.
Analisis biaya volume laba merupakan instrumen perencanaan dan pengendaliaan. Proses analisis ini memerlukan sejumlah teknik dan prosedur pemecahan masalah dengan bertumpukan pada pemahaman terhadap pola-pola perilaku biaya perusahaan. Analisis biaya volume laba (cost-volume-profit analysis) adalah analisis pola-pola prilaku biaya yang mendsari hubungan-hubungan antara biaya,volume, dan laba. Analisi biaya-volume-laba kerap pula disebut analisis impas (break-even analysis) karena signifikansiume mengacu pada sebuah pemicu biaya aktivitas, seperti unit penjualan, yang diasumsikan berkorelasi dengan perubahan-perubahan pendapatan, biaya, dan laba. Analisis biaya-volume-laba merupakan persoalan yang kompleks karena hubungan-hubungan tersebut kerap dipengaruhi oleh faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian diluar kendali manajemen. Sebagai contoh, harga jual sebuah produk dipengaruhi tidak hanya oleh biaya produksi saja, yang biasanya berada dibawah kendali manajemen, tetapi juga oleh perubahan-perubahan trend perilaku konsumen dan tindakan-tindakan pesaing yang umumnya diluar wilayah kendali manajemen.  
B.    Asumsi-asumsi Yang Mendasari Analisis Biaya Volume Laba
Ketidakpastian masa depan, kemungkinan pola-pola prilaku biaya nonlinier, dan sifat dunia bisnis yang senantiasa bergejolak menuntut asumsi-asumsi yang membatasi aplikasi teknik analisi biaya-volume-laba. Keterbatasa-keterbatasan analisis biaya-volume-laba ini sepatutnya dievaluasi secara cermat dalam rangka memasikan bahwa asumsi-asumsinya realistik untuk seperangkat kondisi operasi dunia nyata.
Analisi biaya-volume-laba merupakan suatu model statik dari kondisi-kondisi bisnis kendatipun kondisi-kondisi yang sama didunia nyata sangatlah dinamik. Oleh karena itu, manajemen mestilah merevisi fakta-fakta yang terdapat dalam analisis CVP-nya manakala terjadi perubahan kondisi bisnis yang tengah dipertimbangkan.
Analisis biaya-volume-biaya tergantung pada sejumlah asumsi yang membatasi. Asumsi-asumsi tersebut diantaranya :
1.    Semua biaya dklasifikasikan sebagai biaya variable ataupun biaya tetap. Lebih jauh dianggap bahwa biaya-biaya lainya, seperti biaya campuran, dapat dipilah-pilah menjadi unsur-unsur biaya variabel dan tetap. Jumlah biaya tetap sifatnya konstan pada saat aktivitas berubah, dan biaya variabel per unit itidak berganti ketika aktivitas berubah. Efisiensi dan produktivitas proses produktif serta tenaga kerja dianggap konstan pula.
2.    Fungsi jumlah biaya adalah linier dalam kisaran relavan. Asumsi ini sahih dalam kisaran relavan kegiatan usaha normal.
3.    Fungsi jumlah kegiatan pendapatan adalah linier dalam kisaran relavan. Harga jual perrunit dianggap konstan dalam kisaran volume produksi. Hal ini menyiratkan pasar yang murni kompetitif untuk produk atau jasa akhir. Jumlah pendapatan berubah sebanding dengan perubaha volume penjualan unit produk. Harga jual rata-rata perrunit produk adalah konstan.
4.    Analisisnya untuk sebuah produk atau bauran penjualan dari bermacam-macam produk adalah konstan dalam kisaran relavan . apabila produk-produk mempunyai harga jual dan biaya yang berbeda-beda, perubahan bauran penjualan akan mempengaruhi hasil-hasil analisis biaya-volume-laba.
5.    Hanya terdapat satu pemicu biaya : volume unit produk atau rupiah penjualan
6.    Dalam perusahaan pabrikasi, tingkat persediaan pada awal dan akhir periode adalah sama. Hal ini menyiratkaan bahwa jumlah unit yang diproduksi selama periode berjalan sama dengan unit yang dijual.

C.    Dasar analisis biaya-volume dan laba
Biaya-volume-laba atau analisis titik impas (cost-volume-profit or breakeven analysis) membahas hubungan antara penerimaan total, biaya total, dan laba total perusahaan pada berbagai tingkat output. Biaya-volume-laba atau analisis titik impas sering digunakan para eksekutif bisnis untuk menentukan volume penjualan yang diperlukan bagi perusahaan untuk mencapai titik impas, laba total dan kerugian pada tingkat penjualan lainnya.
Pengetahuan dasar yang sangat menentukan dalam analisis biaya volume dan laba adalah pemahaman tentang penyusunan laporan laba rugi dengan menggunakan pendekatan variable costing. Pendekatan ini menghasilkan suatu model laporan laba rugi dimana biaya diklasifikasikan menurut perilakunya. Agar lebih informatif maka sebaiknya laporan laba rugi diuraikan dalm bentuk laporan penjualan secara total, penjualan per unit, dan analisis vertikal yang menunjukan persentase biaya variabel dan marjin kontribusi dan nilai penjualan.
Misalnya pada bulan Juni 2013 PT Jakasain menjual 150 unit produknya dengan harga Rp. 3.500 per unit. Biaya variabel per unit Rp. 2.625. biaya tetap Rp. 75.000.  Berdasarkan data ini maka terlebih dahulu dapat dibuat laporan laba rugi berdasarkan pendekatan kontribusi, seperti pada ikhtisar berikut ini.
PT JAKSAIN
Laporan Laba Rugi Kontribusi
Bulan Juni 2013
    Total        Per unit        %
Penjualan (150 unit)    Rp525.000         Rp3.500         100
Biaya biaya variabel    Rp393.750         Rp2.625         75
Marjin kontribusi    Rp131.250         Rp875         25
Biaya-biaya tetap    Rp75.000                
Laba usaha    Rp56.250                

Dengan menggunakan formula:





Marjin kontribusi Rp 875 dibagi dengan penjualan Rp 3.500 dari laporan laba rugi diatas dapat dihitung rasio marjin kontribusi per unit sebesar 25 % (Rp 875/Rp 3.500) % atau sama dengan total rasio marjin kontribusi (Rp 131.250/Rp 525.000) %
Marjin kontribusi memegang peranan penting pada banyak keputusan dalam sebuah perusahaan, seperti produk apa yang akan diproduksi atau dijual, kebijakan harga mana yang akan diikuti, strategi pemasaran apa yang akan digunakan, dan jenis fasilitas produktif apa yang akan dibeli. Hubungan konsep biaya-volume dan laba dalam perencanaan laba dapat digunakan untuk menghitung titik impas, target laba, marjin keamanan, komposisi biaya untuk memaksimumkan marjin kontribusi, dan atau titik penutupan usaha. 

D.    Analisis Titik Impas (Break-even point analysis)
Titik impas merupakan tingkat aktivitas dimana suatu organisasi tidak mendapatkan laba dan juga tidak mendapatkan rugi. Titik impas juga dapat didefinisikan sebagai titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya atau sebagai titik dimana total marjin kontribusi sama dengan total biaya tetap. Tujuan analisis titik impas adalah untuk mencari tingkat aktivitas dimana pendapatan dan hasil penjualan sama dengan jumlah semua biaya variabel dan biaya tetapnya. Perusahaan tidak mendulang untung ketika hanya mencapai titik impas. Oleh karena itu hanya penjualan,biaya variabel, dan biaya tetap saja yang dipakai untuk menghitung titik impas. Titik impas normalnya bukan merupakan sasaran kinerja yang diharapkan, namun titik impas ini dapat mengindikasikan tingkat penjualan yang disyariatkan agar perusahaan terhindar dari kerugian. Dengan demikian, titik impas menunjukan suatu sasaran volume penjualan minimal yang harus diraih oleh perusahaan. Mengetahui titik mpas terutama penting ketika sebuah perusahaan memperkenalkan sebuah produk baru atau memasuki pasar baru. Dalam kedua kondisi tersebut, perusahaan mastilha mengawasi secara hati-hati potensi penjualan dan membandingkanya dengan titik impas.
Titik impas ini selanjutnya dapat dihitung dengan menggunakan metode persamaan, metode marjin kontribusi, dan metode grafik, baik dalam hitungan unit penjualan maupun penjualan dalam satuan mata uang tertentu yang digunakan dalam transaksi bisnis.
    Metode persamaan. Titik impas dengan metode ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus:



Dari kasus diatas misalkan:
x     = jumlah speaker terjual
3.500     = harga jual per unit
2.625     = biaya variabel per unit
75.000    = total biaya tetap

Karena laba pada titik impas sama dengan nol maka faktor laba dalam persamaan tersebut dapat diabaikan. Dengan demikian titik impas dalam unit dapat dihitung sebagai berikut:
3.500x         = 2625x + 75.000 + 0
3.500x – 2.625x    = 75.000 + 0
875x             = 75.000 + 0
x             = 75.000/875
x             = 85,71 unit

dengan cara sederhana titik impas dalam rupiah selanjutnya dapat dihitung dengan mengalikan 85,71 unit (impas dalam unit) dengan Rp. 3.500 (harga jual per unit produk) = Rp. 300.000. namun apabila data tidak tersedia untuk menggunakan cara tersebut maka dengan menggunakan data dari kasus di atas titik impas dalam rupiah dapat dihitung dengan prosedur sebagai berikut:
x     = 0,75x + Rp. 75.000 + Rp. 0
0,25x     = Rp. 75.000
x     = Rp. 75.000/0,25
x     = Rp. 300.000

    Metode Marjin Kontribusi. Metode ini merupakan penyingkatan dari formula metode persamaan dalam menghitung titik impas. Langkah awal dalam melihat hubungan antara biaya volume dan laba suatu perusahaan adalah dengan mengerti dan melihat besarnya marjin kontribusi yang diperoleh suatu perusahaan pada berbagai tingkat kegiatan. Pada setiap kegiatan perusahaan akan memiliki kemampuan menghasilkan marjin kontribusi yang berbeda-beda. Besarnya marjin kontribusi per unit yang dapat diperoleh suatu perusahaan akan menentukan kecepatan perusahaan tersebut menutup biaya tetapnya dan kemampuannya menghasilkan laba.  Margin kontribusi digunakan dulu untuk menutup beban tetap dan sisanya akan menjadi laba. Jika margin kontribusi tidak cukup untuk menutup beban tetap perusahaan, maka akan terjadi kerugian untuk periode tersebut. Ketika titik impas dicapai, laba bersih akan bertambah sesuai dengan margin kontribusi per unit untuk setiap tambahan produk yang terjual. Untuk memperkirakan pengaruh kenaikan penjaulan yang direncanakan terhadap biaya, manajer cukup mengalikan peningkatan dalam unit yang terjual dengan margin kontribusi yang per unit. Hasilnya akan menggambarkan peningkatan laba yang diharapkan. Hal itu terlihat pada formula dibawah ini yang angkanya sama dengan baris kedua dari terakhir pada penyelesaikan dengan metode persamaan diatas.



Sehingga impas dalam unit     = 75.000/875
                = 85,71 unit, dan
Impas dalam Rp        = 75.000/25%
                = Rp. 300.000

Dalam perhitungan formula diatas perlu diperhatikan bahwa rasio marjin kontribusi per unit produk akan selalu sama dengan rasio marjin kontribusi dari total unit penjualan. Kesamaan tersebut disebabkan perhitungan marjin kontribusi dan rasionya hanya mempertimbangkan biaya-biaya variabel. Dengan demikian perubahan unit penjualan akan diikuti oleh kenaikan total pejualan, biaya variabel, dan marjin kontribusi secara proposional. Karena kenaikan penjualan tidak akan diikuti oleh kenaikan atau perubahan rasio marjin kontribusi.
Sebagai contoh dapat dilihat bahwa pada volume penjualan 1 unit @Rp 3.500 dan biaya variabel per unit Rp 2.625, marjin kontribusinya = Rp 875 per unit. Dari marjin kontribusi tersebut rasionya menjadi (875/3.500)% = 25%. Tingkat rasio marjin kontribusi yang sama akan diperoleh pada saat volume penjualan berubah menjadi 150 unit dimana total penjualan menjadi Rp 525.000. kenaikan nilai penjualan ini akan diikuti kenaikan biaya variabel dalam presentasi yang sama menjadi Rp 393.750 sehingga marjin kontribusi untuk 150 unit penjualan akan menjadi (131.250/525.000)% atau sama juga dengan 25% seperti marjin kontribusi untuk penjualan 1 unit.
 Demikian perubahan ini akan valid perhitungannya pada berbagai level perubahan unit penjualan sepanjang pada kedua alternatif jumlah unit penjualan tidak diikuti oleh peruahan struktur biaya dan harga jual dalam satuan uang yang digunakan.
Metode grafik. Selain menggunakan dua pendekatan diatas analisis impas juga dapat dibuat dengan menggunakan grafik. Grafik tersebut dapat dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Buat garis horizontal (x) untuk menunjukan jumlah unit produk dan sebuah garis vertikal (y) untuk menunjukan nilai penjualan dan biaya.
2.    Tarik sebuah garis lurus ke kanan atas dengan kemiringan 45 yang ditarik dari titik 0 perpotongan garis x dan garis y sebagai garis penjualan.
3.    Buat garis horizontal untuk menujukan jumlah biaya tetap pada berbagai level unit penjualan.
4.    Buat garis untuk menunjukan jumlah biaya pada berbagai level unit penjualan yang ditarik dari perpotongan garis y dengan garis biaya tetap. Daerah yang berada di antara garis ini dengan garis biaya tetapdi bawahnya menunjukan kisaran biaya variabel.
5.    Buat titik impas pada perpotongan garis penjualan dan garis total biaya. Tarik garis ke kiri untuk menunjukan jumlah penjualan dalam satuan uang dan tarik garis vertikal ke bawah untuk menunjukan titik impas dalam unit penjualan.
6.    Arsir tiga disebelah kanan grafik sebagai daerah laba dan sebaliknya arsir daerah segitiga di sebelah kiri bawah titik impas sebagai daerah rugi. Daerah arsiran ini menunjukan bahwa penjualan yang lebih kecil dari titik impas akan menimbulkan rugi dan sebaliknya penjualan yang lebih besar akan memberikan laba.




















E.    Pemanfaatan Analisis Cost-Volume Profit untuk Perencanaan
1.    Analisis target laba
Analisis target laba dalam aplikasi hubungan biaya volume dan laba pada dasarnya sama dengan analisis titik impas. Perbedaannya hanya terletak pada jumlah laba yang diperhitungkan dalam formulanya. Dalam perhitungan titik impas target laba sama dengan nol, sementara dalam analisis target laba seperti yang dimaksudkan di atas jumlah laba yang diperhitungkan dalam formulanya disesuaikan dengan jumlah laba yang diinginkan, biasanya lebih besar dari pada nol.
Misalkan dari komposisi biaya dan penjualan dari laporan laba rugi di atas, perusahaan menginginkan laba Rp. 100.000 maka dengan menggunakan formula metode persamaan selanjutnya target penjualan untuk mendapatkan laba dimaksud dapat dihitung sebagai berikut:
Misalkan:
x         = jumlah unit terjual
3.500         = harga jual per unit
2.625         = biaya variabel per unit
75.000     = total biaya tetap
100.000     = laba bersih yang diinginkan
Metode persamaan: penjualan + baiya tetap + laba
Sehingga penjualan dalam unit menjadi:
3.500x         = 2.625x + 75.000 + 100.000
3.500x – 2.625x    = 75.000 + 100.000
875x             = 175.000
x             = 175.000/875
Unit penjualan (x)     = 200 unit
Atau penjualan dalam rupiah:
x             = 0,75x + Rp. 75.000 + Rp. 100.000
0,25x             = Rp. 75.000 + Rp. 100.000
x            = Rp. 175.000/0,25
x             = Rp. 187.500
200 unit x Rp. 3.500     = Rp. 700.000
Metode marjin kontribusi:
Penujualan dalam unit        = (biaya tetap + target laba)/CM per unit
                = (75.000 + 100.000)/875
                = 175.000/875
                = 200 unit
Penjualan dalam Rp        = (biaya tetap + target laba)/rasio marjin kontribusi
                = (75.000 + 100.000)/25%
                = 175.000/25%
                = Rp 700.000

    Impas dalam satuan waktu. Bagi sebuah perusahaan yang baru beroperasi titik impas ini tidak selalu dapat dicapai dalam waktu yang singkat, misalnya setahun.  Industri-industri berat biasanya mencapai titik impas setelah beberapa tahun beroperasi. Proyeksi pencapaian titik impas dalam satuan waktu ini dapat dihitung dengan formula-formula di atas. Hasil perhitungannya dapat dihubungkan dengan biaya, volume dan laba tahunan.  Misalnya sebuah perusahaan diperkirakan akan mencapai titik impas setelah menjual 300 unit produksi traktor mini. Bila dalam setahun diproduksi rata-rata 100 unit traktor maka titik impas akan dicapai setelah genap beroperasi selama tiga tahun atau 300 traktor impas dalam unit/100 traktor produksi pertahun x 1 tahun = 3 tahun.

2.    Analisis Sensivitas
Salah satu aspek penting dalam analisis cost-volume-profit ini bahwa adanya perubahan dalam satu faktor atau lebih yang mempengaruhi analisis, dapat diadakan penilaain atau evaluasi. Aspek ini sangat penting bagi manajemen dalam proses penyusunan atau perencanaan anggarn, karena hal ini memungkinkan diadakan testing untuk menentukan akibat adanya perubahan faktor atau mempertimbangkan berbagai alternatif. Metode yang digunakan adalah laporan laba rugi komparatif.

F.    Marjin keamanan
     Marjin keamanan (margin of safety) merupakan kelebihan penjualan yang dianggarkan atau realisasi di atas volume penjualan pada titik impas. Hasil perhitungannya menunjukan jumlah sampai seberapa besar penjualan dapat turun sehingga sampai pada titik impas. Perhitungannya dapat dinyatakan dalam unit, satuan uang dan presentase. Perhitungan ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi manajemen agar lebih berhati-hati dalam memelihara tingkat penjualan yang sudah di capai, agar perusahaan tidak mengalami penurunan penjualan sampai pada suatu tingkat yang merugikan.
    Dikasus diatas, misalnya PT SMR menjual 150 unit @Rp. 3.500 dengan titik impasnya 85,71 unit. Dengan menggunakan formula:


Dimana:
Total Penjualan : jumlah penjualan yang telah didapat oleh perusahaan dalam periode tertentu
Penjualan impas : jumlah penjualan yang harus tercapai dimana dalam kondisi ini perusahaan tidak mengalami untung maupun rugi.

Contoh:
Sebuah perusahaan X berproduksi dengan biaya tetap Rp.75.000, biaya variabel per unit Rp 2.652 harga jual per unit Rp 3.500 kapasitas produksi maksimal 150 unit dan kenaikan laba yang direncanakan sebesar 20% maka margin pengamanan penjualannya sebesar:
MOS = (3.500 x 150) – ( Rp 300.000)
= Rp 525.000 – Rp 300.000
= Rp 225.000

    Dengan mengetahui titik marjin keamanan tersebut maka manajemen dapat merumuskan berbagai strategi, taktik, dan langkah-langkah operasional untuk bertahan agar penjualan tidak mengalami abrasi sampai melebihi angka marjin keamanan. Dalam rangka penerapan fungsi-fungsi manajemen pendekatan analisis hubungan biaya, volume dan laba termasuk perhitungan seperti ini akan memberikan isyarat kepada manajemen mengenai apa yang sedang terjadi dalam pencapaian tujuan atau perolehan laba perusahaan.

G.    Pemilihan struktur biaya
    Leverage operasi. Agar dapat memepertahankan stabilitas labanya, perusahaan memerlukan analisis struktur biaya. Untuk itu diantaranya perlu dipertimbangkan faktor-faktor operating leverage, struktur komisi penjualan, dan bauran penjualan. Leverage operasi adalah suatu ukuran suatu ukuran kemampuan manajemen memanfaatkan biaya tetap dalam suatu organisasi agar mencapai tingkat laba tertentu. Faktor leverage operasi mempengaruhi sensitivitas laba bersih terhadap perubahan penjualan.  Semakin tinggi biaya tetap, maka semakin tinggi operating leverage yang dicapai dan semakin besar pula sensivitas laba bersih terhadap perubahan penjualan. Jika sebuah perusahaan mempunyai operating of leverage tinggi, maka sedikit saja peningkatan dalam penjualan dapat menghasilkan peningkatan persentase yang besar dalam laba. Sebaliknya jika perusahaan mempunyai operating leverage rendah, maka pengaruh peningkatan dalam penjualan terhadap peningkatan laba bersih adalah rendah.



Dengan pendekatan tingkat leverage operasi tersebut selanjutnya manajemen dapat membuat proyeksi peningkatan laba dengan menggunakan formula:




% kenaikan laba bersih = tingkat leverage operasi x % kenaikan penjualan


Memaksimalkan marjin kontribusi. Misalnya sebuah perusahaan mendapat penawaran berupa dua pekerjaan yang sama-sama menarik. Salah satunya mendapat pembayaran Rp 20.000 per jam dan yang lainnya Rp 30.000 per jam. Bila tidak mendapatkan kendala kapasitas dan ingin memaksimumkan laba per jam, tentu saja secara alamiah akan memilih pekerjaan dengan pembayaran Rp30.000 per jam. Tetapi bila terdapat kendala sumber daya seperti bahan baku, tenaga kerja, atau jam mesin, maka manajemen harus menggunakan sumber daya tersebut dengan cara yang optimum untuk memaksimalkan laba.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Analisis biaya volume laba (cost-volume-profit analysis) adalah analisis pola-pola prilaku biaya yang mendsari hubungan-hubungan antara biaya,volume, dan laba. Analisi biaya-volume-laba kerap pula disebut analisis impas (break-even analysis) karena signifikansiume mengacu pada sebuah pemicu biaya aktivitas, seperti unit penjualan, yang diasumsikan berkorelasi dengan perubahan-perubahan pendapatan, biaya, dan laba. Analisis biaya-volume-laba merupakan persoalan yang kompleks karena hubungan-hubungan tersebut kerap dipengaruhi oleh faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian diluar kendali manajemen.
Titik impas merupakan tingkat aktivitas dimana suatu organisasi tidak mendapatkan laba dan juga tidak mendapatkan rugi. Titik impas juga dapat didefinisikan sebagai titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya atau sebagai titik dimana total marjin kontribusi sama dengan total biaya tetap. Titik impas ini selanjutnya dapat dihitung dengan menggunakan metode persamaan, metode marjin kontribusi, dan metode grafik, baik dalam hitungan unit penjualan maupun penjualan dalam satuan mata uang tertentu yang digunakan dalam transaksi bisnis. Dalam perencanaan analisis biaya volume laba dapat dimanfaatkan dengan menggunakan 2 cara yaitu, analisis target laba dan analisis sensitivitas.
Dengan mengetahui titik marjin keamanan tersebut maka manajemen dapat merumuskan berbagai strategi, taktik, dan langkah-langkah operasional untuk bertahan agar penjualan tidak mengalami abrasi sampai melebihi angka marjin keamanan. Dalam rangka penerapan fungsi-fungsi manajemen pendekatan analisis hubungan biaya, volume dan laba termasuk perhitungan seperti ini akan memberikan isyarat kepada manajemen mengenai apa yang sedang terjadi dalam pencapaian tujuan atau perolehan laba perusahaan.