Blogger news

Pages

Sabtu, 27 April 2013

ulumul Qur'an

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dimasa Rasulullah SAW dan para sahabat, Ulumul Quran belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang di turunkan kepada Rasulullah SAW. Bila mereka menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasulullah SAW. Semua pembahasan tentang Ulumul Quran, akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apakah pengertian Ulumul Quran?

2.      Bagaimanakah ruang lingkup Ulumul Quran?

3.      Bagaimanakah sejarah perkembangan Ulumul Quran?

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian dari Ulumul Quran

2.      Untuk mengetahui ruang lingkup dari Ulumul Quran

3.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan Ulumul Quran

D.    Metode penulisan

Metode yang digunakan penulis untuk menyusun makalah ini adalah study pustaka yaitu usaha penulis menghimpun informasi-informasi yang relevan dari buku-buku ilmiah, ensiklopedi, dan sumber-sumber baik tercetak ataupun elektronik lain.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ulumul Quran

Ulumul Quran berasal dari Bahasa Arab, yaitu dari kata ulum dan Al-Quran. Kata Ulum merupakanbentuk jamak dari kata ilmu. Ilmu yang dimaksud menurut Abu Syahban adalah sejumlah materi pembatasan yang dibatasi kesatuan tema atau tujuan. Al-Quran juga didefinisikan oleh ulama ushul, ulama fiqh, dan ulama bahasa adalah kalam Allah yang di turunkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW. Dan membacanya mempunyai nilai ibadah dan diturunkan mutawattir, dan ditulis dalam mushaf mulai dari awal surat Al-Fatihah (1) sampai surat An-Nas (114).[1]

Secara terminologi, Al-Quran berarti Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammadbmelalui malaikat Jibril, sampai kepada kita secara mutawattir. Ta’arif atau pengertian Ulumul Quran yang dikemukakan oleh para ahli tidak sedikit jumlahnya antara lain, Al-Zarqoni, As-Suyuti dan Muhammad Ali Ash-shobuni.

Dari definisi-definisi Ulumul Quran diatas dapat disimpulkan bahwa Ulumul Quran adalah suatu ilmu yang lengkap dan mencakup semua ilmu yang ada hubungannya dengan Al-Quran baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun ilmu-ilmu bahasa Arab.

B.     Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Quran

Ulumul Quran mencakup bahasan yang sangat luas, bahkan menurut Abu Bakar Al-Arabi, ilmu-ilmu Al-Quran itu mencapai 77.450. Hitungan ini diperoleh dari hasil jumlah kalimat Al-Quran yang mempunyai empat makna yaitu, zhahir, batin, hadd, dan mathla. Jumlah itu semakin bertambah jika melihat urutan-urutan kalimat didalam Al-Quran serta hubungan diantara urutan-urutan itu. Jika sisi itu yang dilihat, ruang lingkup pembahasan Ulumul Quran tidak dapat dihitung atau tak terhingga.[2]

M. Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat bahwa ruang lingkup pembahasan Ulumul Quran terdiri dari enam hal pokok, antara lain:[3]

1.      Persoalan turunnya Al-quran

2.      Persoalan Sanad

3.      Persoalan Qiraat

4.      Persoalan kata-kata Al-Quran

5.      Persoalan makna-makna Al-Quran yang berkaitan dengan hukum

6.      Persoalan makna-makna Al-Quran yang berkaitan dengan kata-kata Al-Quran.

Dari sekian banyak cakupan Ulumul Quran, maka yang menjadi induk atau fokus utamanya adalah tauhid, tadzkir (peringatan) dan hukum.[4] Tauhid mencakup banyak hal, antara lain pengetahuan tentang makhluk, sang pencipta, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya.

Secara garis besar Ulumul Quran itu dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu ilmu-ilmu yang diistinbathkan dari Al-Quran, yang kemudian dapat dipedomani oleh manusia dalam menjalani kehidupan ini. Termasuk dalam kategori ini, misalnya ilmu fiqh, ushul, tafsir, balaghah, kaidah-kaidah bahasa, akidah, akhlak, dan sejarah. Dan yang kedua ilmu-ilmu yang menjadi syarat atau alat untuk memahami Al-Quran.[5]

Hal tersebut mencakup antara lain sebagai berikut:

1.      Ilmu Adab Tilawat Al-Quran

2.      Ilmu Tajwid

3.      Ilmu Mawathim An-Nuzum

4.      Ilmu Tawarikh An-Nuzum

5.      Ilmu Asbab An-Nuzul

6.      Ilmu Qiraat

7.      Ilmu Gharib Al-Quran

8.      Ilmu Irab Al-Quran

9.      Ilmu Wujuh Wa An-Nazha’ir

10.  Ilmu Ma’rifat Al-Muhkam wa Al-mutasyabih

11.  Ilmu Nasikh wa Al-Mansukh

12.  Ilmu Badai’u Al-Quran

13.  Ilmu I’juz Al-Quran

14.  Ilmu Tanasub Ayat Al-Quran

15.  Ilmu Aqsam Al-Quran

16.  Ilmu Amstal Al-Quran

17.  Ilmu Jadal Al-Quran

18.  Qashash Al-Quran

C.    Urgensi Ulumul Al-Quran dalam Menafsirkan Al-Quran

Ulumul Quran mempunyai kaitan yang erat dengan tafsir, dimana tafsir merupakan salah satu kajian dalam Ulumul Quran. Dan dalam menafsirkan Al-Quran, ulumul quran lainnya sangat diperlukan oleh seorang mufassir. Dengan menguasainya, mufassir terbantu dalam memahami ayat-ayat tersebut. Maka urgensi ulumul quran dalam memahami ayat-ayat Al-Quran sama dengan urgensi ulumul hadis dalam memahami hadis,[6] sebagaimana hadis tidak akan dapat dikuasai dan dipahami tanpa menguasai ilmu hadis terlebih dahulu, seperti itu pulalah Al-Quran tidak akan dapat dipahami tanpa mengetahui ulumul quran.

Bahasa Alquran mengandung uslub-uslub yang berbeda dengan bahasa lainnya, terutama bahasa non-Arab, seperti ungkapan sumpah, amtsal, dan lain sebagainya. Seseorang tidak akan memahami uslub-uslub itu, jika dia tidak mempelajarinya. Kajian terhadapnya merupakan bagian dari pembahasan ulumul quran. Seseorang, misalnya akan menemui kesulitan memahami ayat-ayat yaang mengandung sumpah. Bahkan besar kemungkinan, dia tidak akan dapat memahami uslub-uslub sumpah tersebut, jika tidak dipelajari[7], demikian pula amtsal[8]. Dengan demikian jelaslah bahwa ulumul quran adalah merupakan kunci untuk memahami Al-quran.

Urgensi ulumul quran dalam penafsirannya secara lebih jelas terlihat pada ilmu asbab an nuzl dan an-nasikh wa al-mansukh; tanpa menguasai ilmu ini, orang bisa tersalah dalam memahami ayat-ayat Alquran, terutama ayat-ayat yang khusus diturunkan untuk menjawab kasus-kasus tertentu yang tidak boleh hukum yang dikandunginya digeneralisasikan untk semua kasus, seperti firman Allah dalam Surah Al-Ma’idah (5) ayat 93 dan Surah Al-Baqarah (2) ayat 115. Yang artinya,

 Dan kepunyaan Allah Timur dan Barat maka kemanapun kamu menghadap di situ wajah Allah.

Ayat ini, secara umum tanpa melihat asbab an-nuzul-nya, berarti “bahwa seseorang dalam shalatnya, boleh dan sah menghadap ke mana saja, karena semua yang ada ini kepunyaan Allah”. Jika ayat ini dipahami seperti itu, maka ia terlihat kontradiktif dengan surat Al-Baqarah ayat 143-144, yang memerintahkan umat Islam agar dalam shalat menghadap kiblat, yaitu Ka’bah. Sebenarnya ayat diatas hanya berlaku pada kasus tertentu yang sama asbab an-nuzulnya.

Demikian pula dengan ilmu an-nasikh wa al-mansukh. Tanpa menguasai ilmu ini, seorang muffasir mungkin akan tersalah dengan menetapkan hukum berdasarkan ayat yang telah di-nasakh-kan.

D.    Sejarah dan Perkembangan Ulumul Quran

1.      Munculnya Ulmumul Quran

Para Ulama berbeda pendapat mengenai kapan mulai munculnya istilah ulumul quran. Dari pendapat-pendapat yang ada tentang Ulumul Quran itu tidak sama, misalnya:

a.       Mu’arikhin (ahli sejarah) menyatakan bahwa munculnya istilah Ulumul Quran pertama kali adalah pada abad ke-7 H. Sayangnya pendapat ini tidak diiringi dengan alasan.

b.      Imam Al-Zarqoni berpendapat bahwa istilah Ulumul Quran ini muncul bersamaan dengan munculnya kitab Al-Burhan fi Ulumul Quran karya Ali Ibrahim Ibnu Sa’id yang terkenal dengan sebutan al-khufi. Kitab tersebut ada 30 jilid. Kitab ini ditulis pada abad ke-5 H. Berdasarkan hal ini Al-Zumaroh berpendapat bahwa istilah Ulumul Quran lahir pada abad ke-5 H.

c.       Subhi Sholihin tidak setuju terhadap dua pendapat tersebut. Menurut orang yang pertama kali menggunakan istilah Ulumul Quran adalah Ibnu Al-Murzaban. Pendapatnya ini didasari pada penemuannya terhadap beberapa kitab yang membicarakan kajian-kajian Al-Quran dengan menggunakan istilah Ulumul Quran, tepatnya pada abad ke-3 H.[9] Hasbi Ash-Shiddiqi sependapat dengan Subhi Sholihin.[10]

d.      Thobaa’thoba’i menyatakan bahwa munculnya istilah tersebut adalah sejak awal turunnya Al-Quran yaitu pada masa Rasulullah. Karena para sahabat dan tabi’in telah mengenal ilmu ini pada abad I Hijriyah, sekalipun hal itu belum sistematis. Pendapat ini didasari dengan adanya larangan untuk membukukan Al-Quran dengan segala cabangnya.[11]

2.      Sejarah Perkembangan Ilmu-ilmu Al-Quran

a.      Keadaan Ilmu-ilmu Al-Quran Pada Abad I dan II H

Pada masa nabi dan pemerintahan Abu Bakar serta Umar, ilmu Alquran belum dibukukan, karena umat Islam belum memerlukannya. Sebab umat Islam pada masa itu adalah para sahabat Nabi yang sebagian besar terdiri dari bangsa Arab asli., sehingga mereka mampu memahami Alquran dengan baik, karena bahasa Alquran adalah bahasa mereka sendiri dan mereka mengetahui sebab-sebab turunnya ayat-ayat Alquran. Karena itu, para sahabat jarang sekali bertanya tentang maksud suatu ayat. Pada masa pemerintahan Utsman terjadi perselisihan dikalangan umat islam mengenai bacaan Alquran, maka Khalifah Utsman mengambil tindakan penyeragaman tulisan Alquran demi untuk menjaga keseragaman Alquran dan untuk menjaga persatuan umat Islam. Dan tindakan Khalifah Utsman tersebut merupakan perintisan bagi lahirnya suatu ilmu yang kemudian dinamai “Ilmu Rasmil Quran” atau “Ilmu Rasmil Utsman”.

Pada masa pemerintahan Ali makin banyak bangsa-bangsa non-Arab masuk Islam dan mereka tidak menguasai bahasa Arab, sehingga bisa jadi mereka salah membaca Alquran, sebab mereka tidak mengerti ‘irabnya, padahal pada waktu itu tulisan Alquran belum ada harakat-harakatnya, huruf-hurufnya belum ada titik-titiknya dan dan tanda-tanda lainnya yang memudahkan bagi yang membacanya. Karena itu Khalifah Ali memerintahkan Abdul Aswad al-Duali untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab, demi untuk menjaga keselamatan bahasa Arab yang menjadi bahasa Alquran. Maka tindakan Khalifah Ali yang bijaksana ini dipandang sebagai perintis bagi lahirnya Ilmu Nahwu dan Ilmu I’rabil Qur’an.

Pada abd I dan II H selain Utsman dan Ali, masih terdapat banyak Ulama yang diakui sebagai perintis bagi lahirnya ilmu yang kemudian hari dinamakan Ilmu Tafsir, Ilmu Asbabun Nuzul, Ilmu Makky wal Madany, Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Gharib Quran.

Pada masa penyusunan ilmu-ilmu agama yang dimulai sejak permulaan abad II H, maka para Ulama memberikan prioritas atas penyusunan Tafsir adalah ‘Ulumul al-Quraniyah (induk ilmu-ilmu Alquran).

Diantara ulama pada abad II H yang menyusun tafsir adalah:

1.      Syu’ban bin al-Hajjaj

2.      Sufyan bin ‘Uyainah

3.      Waki’ bin al-Jarrah

Tafsir mereka dengan cara menghimpun pendapat-pendapat dari kalangan Sahabat danTabi’in. Dengan perkembangan Kitab-Kitab Tafsir sejak dimulain penyusunan Tafsir-tafsir Alquran pada abad II H sampai sekarang ini.

b.      Keadaan Ilmu-ilmu Al-Quran Pada Abad III dan IV H

Pada abad ke III H selain Tafsir dan Ilmu Tafsir, para ulama mulai menyusun pula beberapa Ilmu Alquran, antara lain:

1.      Ali bin al-Madini menyusun Ilmu Asbabun Nuzul

2.      Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam menyusun Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmul Qiraat.

3.      Muhammad bin Ayyub al-Dhirris menyusun Ilmu Makky wal Madani

4.      Muhammad bin Khalaf al-Marzuban menyusun Kitab al-Hawi fi Ulumil Quran.

Pada abad IV H mulai disusun Ilmu Gharibul Quran dan beberapa kitab Ulumul Quran.

c.       Keadaan Ilmu-ilmu Al-Quran pada Abad V dan VI H

Pada abad V H mulai disusun Ilmu I’rabil Quran dalam satu Kitab. Disamping itu, penulisan kitab-kitab dalam Ulumul Quran masih terus dilakukan oleh para Ulama pada masa ini.

Adapun Ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Quran pada abad V ini, antara lain:

1.      Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Chufi selain mempelopori penyusunan I’rabil Quran, ia juga menyusun kitab al-Burhan fi Ulumil Quran.

2.      Abu ‘Amr al-Dani menyusun kitab al-Taisir fil Qiroatis Sab’i dan kitab al-Muhkam fi al-Nuqoti.

Pada abad VI H, disamping terdapat ulama yang meneruskan pengembangan Ulmul Quran, juga terdapat Ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamatil Quran. Seperti:

1.      Abdul Qasim bin Abdurrahman al-Suhaili menyusun kitab tentang Mubhanatul Quran.

2.      Ibnul Jauzi menyusun Kitab Fununul Afnan fi ‘Ajaibil Quran.

d.      Keadaan Ilmu-ilmu Al-Quran pada Abad VII dan VIII H

Pada abad VII H, ilmu-ilmu Alquran terus berkembang dengan mulai tersusunnya Ilmu Majazul Quran dan Ilmu Qiraat. Pada abad VIII H, munculah beberapa Ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Alquran, sedang kitab-kitab tentang Ulumil Quran masih tetap berjalan terus.

e.       Keadaan Ilmu-ilmu Al-Quran pada Abad IX dan X H

abad IX dan permulaan abad X H, makin banyak karangan-karangan yang ditulis oleh Ulama tentang Ilmu-ilmu Alquran dan pada masa ini perkembangan Ulumul Quran mencapai kesempurnaannya.

f.       Keadaan Ilmu-ilmu Al-Quran pada Abad XIV H

Setelah memasuki abad XIV H, maka bangkit kembali perhatian Ulama menyusun kitab-kitab yang membahas Alquran dari berbagai segi dan macam Ilmu Alquran. Seperti, Thahir al-Jazari, Jamaluddin al-Qasimi, Muhammad Ali Salamah, dan masih banyak lagi.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari berbagai kajian yang dibahas sebelumnya, maka dapat disimpulka bahwa, Ulumul Quran adalah suatu ilmu  yang lengkap dan mencakup semua ilmu yang ada hubungannya dengan alQuran, baik berupa ilmu-ilmu maupun bahasa Arab. Ruang lingkup pembahasan Ulumul Quran meliputi semua cabang ilmu yang berhubungan dengan Alquran.

[1] Muhammad bin Muhammad Abu Syahban, Al-Madkhal li Dirasat Al-Quran Al-Karim Maktabah As-Sunnah, (Kairo: 1992), hlm. 18-20

[2] Az-Zarqani, op.cit., hlm. 18-20

[3] T.M. Hasbie Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), hlm. 100-102

[4] Badarudin Muhammad Az-Zarkasyi bin Abdullah, Abl-Burhan Fi Ulum Al-Quran jiid I, (Beirut: Dar Al-Jayl, 1998), hlm. 17

[5] Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi, Min Rawa’i Al-Quran, Taammulat ‘ilmiyyah wu Adabiyyah Fi kitab Allah Azza wa Jal, (Beirut: Muassasah Ar-Risalah, 1999), hlm. 66

[6] Az-Zarqani, Manahil Al-Irfan Fi Ulumul Al-Quran, hlm. 21

[7] Sebagai contoh dapat dilihat dalam awal Surah At-Tin. Ayat-ayat itu mengandung sumpah. Untuk memahami uslub sumpah, seorang mufassir mesti tahu apa tjuan suatu sumpah dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Jika hal ini secara teori dapat dikuasai, maka seseorang akan lebih mudah menafsirkan awal Surah At-Tin itu. Hal ini akan dikaji secara lebih dalam  ketika membahas ilmu aqsam al-quran.

[8] Amtsal al-quran adalah ilmu yang membahas tentang ungkapan-ungkapan yang sangat menarik pikiran, hati dan jiwa sehingga orang tergoda atau terpesona mendengar ngkapan-ungkapan itu.

[9] Suhi Sholihin, Mabahis Ulumul Quran,(Beirut: Dar Al-Ilmi Al-Malayin,1997), hlm. 7

[10] Hasbi Ash-Shiddiqi, ilmu-ilmu Alquran, (Jakarta: Bulan Bintang,1972), hlm. 7

[11] Thoba’thoba’i, Mengungkap Rahasia Alquran, (Jakarta: Mizan,1977), hlm. 14-15



0 komentar:

Posting Komentar